Pages

Rabu, 24 Juni 2015

Bee??

Seorang gadis tengah berkutat dengan dunianya sendiri, sebuah buku yang dibacanya.

Mungkin banyak orang yang melihatnya dengan heran, bagaimana bisa dia membaca di

tempat yang ramai. Memang tempat favoritnya adalah taman kota, menikmati udara pagi

yang sejuk selagi membaca buku menjadi kecanduan bagi gadis itu.

“Kakak, ayo kita duduk di sini dulu, udah capek nih” ucap seorang gadis kecil yang menarik-

narik baju seorang lelaki yang berdiri disampingnya.

“Ya udah kita istirahat dulu nanti lanjut lagi yah jogging-nya” jawab sang lelaki.

“Maaf, kak, bisa kan kita duduk di kursi ini” tanya gadis kecil itu pada gadis yang masih

berkutat dengan buku yang dibacanya.

“Oh, ya silahkan adik” jawabnya ramah setelah tersadar bahwa ada yang berbicara padanya.

“Kakak belikan susu dulu ya” ujar sang lelaki.

“Iya kak!”

Kini tinggal seorang gadis kecil dan gadis yang tengah berkutat lagi dengan bukunya.

Sang gadis mungkin merasa canggung jika berbicara dengan gadis kecil itu, karena dia tidak

terbiasa dengan anak kecil.

“Kakak lagi baca apa?” Tanya sang gadis kecil itu memecah keheningan.

“Hmmm, ini kakak baca novel”

“Oh, kenapa kakak nggak jalan-jalan pagi aja?”

“Hmmm, kakak lebih suka membaca” jawabnya dengan senyuman.

Kemudian mereka tenggelam dalam keheningan lagi. Entah tak tau apa yang harus di

katakan, atau merasa canggung dengan suasananya.

“Nih, susunya udah kakak beliin” ujar sang lelaki itu menghampiri gadis kecil itu.

“Makasih kak!” jawab gadis kecil itu ceria sambil menikmati susu segar yang baru saja

diperolehnya. Kemudian lelaki itu duduk di tepat di sebelah gadis yang masih berkutat

dengan bukunya.

“Kakak! Kakak! Aku takut, ada lebah!” Teriakan gadis kecil itu membuyarkan konsentrasi

membaca gadis itu. Ketika lelaki yang ada di sampingnya hendak menenangkannya, sang

gadis sudah berlutut di depan gadis kecil itu.

“Lebah gak akan ganggu kamu kalo dirinya gak merasa terancam dik, tenang aja.” Ujarnya

dengan senyum hangat pada gadis kecil itu.

“Tapi aku takut kalo di sengat”

“Biarin aja, gak usah takut. Kamu diem aja, lebah gak akan nyengat kamu kok, beneran deh”

“Hmm, iya deh kak”

Lelaki itu hanya tersenyum mendengar percakapan antara dua gadis itu. Gadis itupun

kembali duduk di tempatnya semula. Menutup bukunya dan mencoba untuk memulai

pembicaraan dengan lelaki di sampingnya.

“Apa yang kukatakan tadi benarkan?” tanyanya pada lelaki yang ada di sebelahnya.

“Tentu saja, lebah memang seperti itu. Mereka tidak akan menyengat siapapun kalau saja

tidak ada yang menganggu sarangnya”

“Kakak, aku main dulu ya!” pamit sang gadis kecil itu dan direspon dengan anggukan oleh

lelaki itu.

“Filosofi seekor lebah sangat baik bukan?” sekarang ganti sang lelaki itu yang bertanya.

“Hmm” jawab gadis itu singkat

“Madunya yang sangat bermanfaat. Serbuk sari yang menempel pada tubuhnya membantu

penyerbukan, dan tentu saja selalu bunga-bunga indah yang menjadi sumber

nektarnya.Sangat sempurna bukan?”

“Tidak, semua makhluk mempunyai kelebihan dan kekurangan yang diberi oleh Tuhan”

“Lalu apa kelemahan lebah?”

“Jika dia menyengat sesuatu, maka dia mempertaruhkan hidupnya”

“Maksudmu?” dahi lelaki itu berkerut

“Sekali saja lebah menyengat sesuatu dengan ekornya, maka dia akan kehilangan satu-

satunya alat pelindungnya, dan juga dia harus siap jika itu membuatnya kehilangan

nyawanya”

“Tapi lebih banyak kelebihan yang diberikan oleh Tuhan pada lebah. Lebah sangat

bermanfaat bagi banyak makhluk. Tidak hanya manusia yang mengonsumsi madunya, tapi

juga tanaman yang di bantu penyerbukannya”

“Banyak orang berfikiran bahwa lebah sangat bermanfaat bagi orang lain, tapi mereka juga

tak segan segan mengganggu ketenangan lebah itu sendiri”

“Hmm, mereka hanya iseng mungkin”

“Apa mereka tidak merasa berterima kasih pada lebah yang sudah menghasilkan madu yang

sudah ada dalam perutnya?”

Lelaki itu terdiam, tak berani menjawab petanyaan gadis itu. Lebih tepatnya tidak

bisa. Karena merasa tersindir oleh perkataan gadis itu.

“Mereka memuji-muji lebah dengan perkataan, tapi tidak dengan tindakan” ujar gadis itu lalu

beranjak dari duduknya

“Maaf, aku harus pergi”

“Sebentar, siapa namamu” Tanya lelaki itu. Gadis itu menyerahkan kartu namanya lalu

membungkuk sebagai tanda pamitnya dan berlalu pergi

“Rifqia Roid Bee?” ucap lelaki itu membaca namanya

“Bee? Lebah? Nama gadis itu adalah lebah?” Lelaki itu terkejut.

The End

Segenggam Ukhuwah

Kulangkahkan kakiku menuju ruang sekretariatan Rohis SMAku. Kulihat seorang gadis

tengah sibuk berkutat dengan laptop yang ada di depannya. Ada juga Liza. Fitri, Riska, mbak

Rarah, mas Furqon, Fikri dan beberapa teman Rohis yang sibuk.

“Assalamu’aikum” ucapku

“Wa’alaikumsalam, eh ada Firda” jawab mbak Nisa.

“Mbak, gimana persiapan buat acara lomba antar SMP sekaligus pelepasan nanti?” tanyaku.

“Hampir selesai sih dek, kan tinggal seminggu lagi. Ini nih surat undangan untuk SMPmu dulu.

Anterin ya”

“Oke, mbak. Hari ini gak ada rapat kan?”

“Nggak, ini semua pada cari sponsor”

“Oh, ya udah aku pamit dulu ya mbak” sebelum aku beranjak mas Riza memangilku

“Bentar Fir, kamu nanti sama Zahra bantuin jadi moderator buat acara ntar ya” ujar mas Riza,

ketua Rohis ini. Ah, sebentar lagi akan di gantikan oleh Fikri. Karena mas Riza dan kakak-kakak

kelas tiga akan segera lengser dari kepengurusan Rohis.

“Ok, siap. Ya sudah aku pamit dulu. Assalamu’alaikum mbak Nisa, mas Riza, temen-temen ”

“Wa’alaikumsalam” jawab mereka kompak.

Akupun beranjak dari ruang itu dan berjalan menuju parkir kendaraan sekolahku. Hari

sudah semakin sore, terik sinar matahari yang mulai hangat membuatku sedikit gerah. Tapi tetap

kukayuh sepedaku ini. Saat sepedaku melewati sebuah kedai di pinggir kota, kuhentikan

kayuhanku sejenak. Pikiranku kembali pada masa-masa itu.

“Firda, kamu mau gak coba pakai jilbab?” ucap mbak Nisa memnbujukku

“Nanti, gerah mbak”

“Sayang, menutup aurat kan kewajiban seorang muslimah, masa Firda gak mau memenuhi

kewajiban?”

“Tapi susah mbak, ribet”

“Daripada nanti auratmu di liatin banyak cowok yang bukan mahrom gimana hayooo”

“Hmmm, ya udah dek mbak. Aku coba” jawabku mantap

Mengingat masa lalu, membuatku memiliki rasa syukur karena aku telah dipertemukan

dengan mbak Nisa. Dialah yang membantuku keluar dari jurang kesalahanku dulu. Sebaiknya

segera kukayuh lagi sepedaku agar cepat sampai rumah.

“Shodaqallahu’adzim” kututup mushaf ini lalu kucium pelan.

“Firda, bunda pergi ke arisan dulu ya nak, ayah masih ada lembur di kantor. Mas Farid juga

sebentar lagi akan pulang” ucap bunda

“Mas dari tadi belum pulang Bun? Padahal sudah ba’da maghrib lho”

“Belum dia masih ada acara di kampusnya. Oh ya, sekalian makan malamnya sudah siap. Nanti

kalau sudah dingin kamu panaskan ya?”

“Iya bunda, sudah sana berangkat, nanti terlambat.” ucapku mendorong bunda pelan ke pintu

“Bunda berangkat dulu, Assalamu’alaikum”

“Wa’alaikumsalam”

Mas Farid adalah kakak kandungku. Dia tengah mencari ilmu di kampus ternama di kota

ini. Siapa sangka dia bisa masuk kampus itu, mengingat nilai mas Faris yang tidak begitu bagus..

Ah, sebenarnya keluargaku dulu tidak seharmonis ini. Dulu kami saling diam, bersikap dingin

satu sama lain, hanya peduli dengan urusan masing masing. Saling menasehatipun tidak pernah,

belajar agama bersama apalagi. Tapi semuanya berubah sejak aku memutuskan untuk memakai

Jilbab dan tentu saja bersahabat dengan mbak Nisa. Karena mbak Nisa sering sekali datang

kerumahku. Mengajariku ngaji, juga membantuku mempelajari agama islam lebih dalam lagi.

Tak kusangka, keluargaku mulai memperhatikannya. Senang rasanya saat mas farid memintaku

untuk mengajarinya mengaji waktu itu.

“Dek Firda, mas minta bantuan kamu bisa ndak?” tanyanya ragu

“Bantuan apa mas?”

“Ajarin mas ngaji”

“Beneran mas? Mas seriuskan?” tanyaku tak percaya

“Iya dek, beneran. Mas pengen bisa ngaji fasih kayak kamu”

“Alhamdulillah, pasti mas, aku mau bantu ngajarin mas ngaji” ucapku riang

“Maaf ya dek, harusnya mas yang ngajarin kamu, harusnya ayah dan bunda yang ngajarin kita,

mas minta maaf karena sikap mas yang tak acuh sama kamu dek” sahutnya pelan

“Gak papa mas, aku bisa paham kok, yang penting sekarang kita bisa memulainya dari awal”

“Makasih ya dek” ucap mas Farid lalu memelukku.

Mengingat hal itu membuatku lebih bersyukur karena Allah masih memberikan

kesempatan untuk mas Farid agar tersadar bahwa selama ini kita sebagai keluarga melalaikan

kewajiban masing-masing. Ingatanku kembali lagi ketika bunda mengajakku ke suatu tempat dan

ternyata itu adalah toko pakaian muslimah untuk membeli Jilbab.

“Bunda ngapain ngajak aku kesini bun? Mau beli jilbab buat aku?”

“Bunda mau beli jilbab buat bunda sendiri”

“Bunda mau memakai jilbab bun?” tanyaku serius

“Iya, bunda mau pakai jilbab, karena bunda sayang ayahmu, masmu Farid, kakekmu, dan

pamanmu” aku mengerutkan dahi

“Maksud bunda?” tanyaku penasaran

“Iya, bunda sayang mereka, karena bunda ndak mau mereka menanggung dosa bunda yang telah

membuka aurat selama ini” jawab bunda sendu

“Alhamdulillah, akhirnya bunda paham apa yang aku bicarakan selama ini”

“Ya sudah ayo, bantu bunda pilihkan jilbab” ucap bunda membelai kepalaku.

“Siap bun!” jawabku tegas.

Tak kusangka bahwa bunda juga mau berubah. Semenjak itu, bunda mengundurkan diri

dari perusahannya yang menyita hampir dua puluh empat jam waktu bunda. Bunda akhirnya

memutuskan untuk bekerja membantu bibi diusaha cateringnya, sehingga bunda masih bisa

mengurus rumah dan juga memberikan perhatiannya pada mas Farid, ayah, juga padaku. Ah,

memoriku terulang juga ketika ayah mengajak kami semua sholat berjama’ah lagi. Karena sudah

bertahun-tahun kami tidak sholat berjama’ah, yah karena mereka sibuk dengan urusan masing-

masing. Aku hanya teringat sekilas saat kami terakhir kalinya sholat berjama’ah sebelum ayah

mengajak kami waktu itu. Saat aku masih di Taman Kanak-kanak, setelah aku duduk di bangku

Sekolah Dasar, mereka sudah tidak sehangat dulu lagi. Memang sepele hanya sholat berjama’ah,

tapi bagiku itu sangat berharga, Dan sekarang aku mulai merasakan arti ‘keluarga’ yang

sebenarnya. Siapa sangka jika semua itu berawal dari persahabatanku dengan mbak Nisa.

“Terima Kasih atas partisipasi adik-adik sekalian. Dan sekali lagi selamat bagi pemenang lomba

da’i muda. Semoga kalian selalu ada dalam dekapan-Nya.Untuk yang terakhir, terima kasih kami

ucapkan kepada kakak-kakak kelas tiga yang sudah berjihad, memperjuangkan Rohis kita, terima

kasih atas kepercayaan yang telah kakak sekalian berikan kepada kami. Kami pengurus baru juga

masih perlu bimbingan kakak-kakak.  Semoga kami dapat menjalankan amanah dengan baik

Akhirul Kalam Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh” penutupan acara oleh Fikri

selaku ketua panitia acara lomba ini dan juga ketua Rohis yang baru menggema di seluruh aula.

Tak terasa acara lomba antar SMP dan pelepasan pengurus lama baru saja selesai dengan

lancar, meskipun banyak kendala yang datang. Entah kekurangan peserta, dana, ataupun hal-hal

lainnya. Dan tak sangka juga, hari ini adalah pelepasan bagi pengurus kelas tiga karena sebentar

lagi mereka akan lulus. Termasuk mbak Nisa, mbak Rarah, mas Riza,mas Fuqon dan kakak-

kakak yang lain. Aku pun membantu mbak Nisa beres-beres. Tapi tak tau kenapa mataku justru

menatap Fikri yang tengah berbincang dengan mas Riza. Ah, hatiku mulai bergetar lagi. Aku

menyimpan rasa pada Fikri.

“Firda sayang, jaga pandangan dek” bisikan mbak Nisa membuyarkan lamunanku

“Astaghfirullahal’adzim. Maaf mbak” jawabku menunduk malu

“Jangan minta maaf sama mbak, minta maaf sama Allah dan matamu karena sudah zina mata”

Ucap mbak Nisa menyinggungku pelan. Aku paham mbak Nisa bermaksud mengingatkanku.

“Iya mbak. Tapi mau bagaimana lagi jika hati sudah tidak bisa menahan lagi”

“Istighfar dek, Allah menyuruh kita untuk menutup aurat agar laki-laki bisa menundukkan

pandangannya, agar mereka tidak bernafsu dengan kita. Nah masa kita kalah dengan mereka

yang sudah menjaga pandangan? Allah sudah menentukan waktu yang tepat kok dek. Sabar saja”

“Terus gimana dong mbak biar bisa menjaga pandangan juga menjaga perasaan kita?”

“Sering istighfar dan ingat bahwa dia bukan mahrom kamu, kalau memang rindu titipkan dalam

lantunan doamu. Curahkan semuanya sama Allah”

“Ih, mbak kok jawabnya serius banget sih? Pengalaman ya mbak?” godaku

“Apaan sih dek, udah ini bantuin mbak” jawabnya malu.

“Hehe, iya deh mbak aku bantuin sini” akupun membantu mbak Nisa memasukkan semua

barang-barang Rohis kedalam ruang sekretariatan.

“Oh iya Fir, ini dari mbak” ujarnya seraya memberiku sebuah amplop

“Apa ini mbak?”

“Udah, dibaca di rumah aja”

“Hmmm, oke mbak”

Semuanya sudah bersih, evaluasi juga sudah kami lakukan. Sekarang kakak-kakak

berpamitan kepada kami semua. Tentu saja para akhwat sudah berluluran air mata. Karena

banyak kenangan indah yang telah kami lewati bersama. Suka dan duka tidak lepas dari setiap

perjuangan kami. Memang jihad kami tidak seperti zaman peperangan Rasulullah, tapi bagi

kami, sekarang adalah Jihad mengajak kepada kebaikan dengan kajian-kajian yang kami adakan

dan juga salah satunya kegiatan lomba da’i yang baru saja kami adakan. Aku mendoakanmu

kakak-kakak, semoga langkah kalian selalu berada dalam ridho-Nya.

“Shodaqallahul’adzim”Setelah kututup mushaf ini, aku melihat sebuah amplop  pemberian mbak

Nisa tadi. Akupun membukanya ternyata sebuah surat

Kepada adikku Firda

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Tak terasa ya mbak udah mau lulus, kamu juga sudah jadi pengurus. Mbak hanya ingin

mengucapkan banyak maaf sama kamu dek, mbak sering menyinggungmu, mbak sering

menyindirmu, kata-kata mbak sering nyakitin hati kamu. Tapi mbak lakukan itu karena mbak

sayang sama kamu dek. Mbak ingin kamu selalu di jalan yang benar. Saat pertama kali mbak

kenal kamu, mbak ngerasa bahwa mbak harus membantumu. Terima kasih sudah menjadi

bagian dari kenangan indah mbak selama menuntut ilmu. Terima kasih sudah membuat mbak

ngerasa jadi orang yang berharga. Mbak nitip Zahra juga ya. Heheh. Oh ya awas lho, tetep jaga

pandangan sama Fikri, jangan malah curi-curi pandang saat mbak gak ngingetin. Tetep jaga

hatimu dek, pasti ada waktunya kok. Jangan mudah marah lagi, ingat Allah sayang sama orang

sabar. Tetep istiqomah memakai jilbabnya. Jangan sampai di lepas. Jaga amanah mbak di

Rohis. Perjuangankanlah Rohis kita. Mbak rasa, udah banyak banget ini isi surat. Sekian dulu

ya dek Firda. Mbak menyayangimu karena Allah. Ukhibuki Fillah. Jaga ukhuwah ini ya dek.

Butiran bening dari pelupuk matakupun jatuh. Bahkan sudah mengalir dengan deras.

Pasti mbak, aku juga menyayangimu karena Allah, aku akan menjaga genggaman ukhuwah ini.

“Firda, sayang ayo makan malam nak” kudengar bunda memanggilku

“Iya, bun” jawabku lalu kuhapus air mataku ini. Lalu lipat surat dari mbak Nisa dan kusimpan di

buku harianku.

 Berawal dari siraman air hati yang menumbuhkan tanaman hijau nan subur, akarnya yang

mengakar erat di hati, batangnya yang berdiri kokoh menahan terpaan angin, daunnya yang

rimbun menyejukkan, bunganya yang wangi penuh aroma keharuman, dan buahnya yang ranum

dan manis. Itulah segenggam ukhuwah

Lembaran Baru~

“Bren, beneran deh coba dulu baca buku ini”. Ujar Syeila teman dekatku.

“Apaan sih La, jangan maksa dong. Kalo gueu bilang enggak ya enggak”. Jawabku kesal. Siapa yang tidak

kesal jika ada yang memaksa kehendak kita.

“Loe nyesel deh gak baca buku ini bagus banget tau gak”

“Iya, gara-gara loe baca buku ini loe jadi hijaban gak jelas kaya gini, jadi sok alim”

“Ya Allah Brenda, justru ini perubahan baik Bren” jelasnya lembut

“ENGGAK!” sergahku lalu beranjak dari kelasku ini.

Aku memang bukan seorang gadis yang lemah lembut ataupun kalem. Aku gadis yang kasar,

pemarah, tidak sabaran. Sedangkan tadi adalah sahabatku. Ah bukan, hanya teman dekat. Semenjak aku

duduk di bangku SMA hanya dia yang berani berteman denganku. Dan saat ini dia tengah berubah

drastis hanya karena satu buku yang di temukannya di perpustakaan. Dulu dia adalah gadis yang suka

berpesta pora, pergaulan bebas dengan teman laki-laki, aku juga masuk dalam pengaruhnya. Tapi

sekarang dia memakai jilbab, membatasi pergaulannya dengan teman laki-laki, dan juga rajin beribadah.

Padahal dulu dia jarang sekali sholat. Sejujurnya aku juga seperti itu. Aku anak liar, orang tuaku juga

bukan keluarga agamis. Setiap aku pulang sekolah ayah dan ibuku tidak ada di rumah, mereka terlalu

sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Dan aku juga hanya seorang anak tunggal dari keluarga

yang lebih dari kecukupan ini.

Sudah biasa aku datang ke tempat-tempat diskotik pinggiran kota setiap malam, dengan siapa

lagi jika tidak dengan Syeila. Tetapi mulai seminggu yang lalu dia menjadi kutu buku yang sudah

kecanduan dengan buku satu itu. Dan akhirnya yang membuatku heran dia langsung memakai Jilbab ke

sekolah tadi pagi. Aku sangat heran, kesambet apa dia bisa berubah seperti itu? Apa karena buku itu

yang membuatnya berubah. Ah entahlah aku terlalu malas berpikir tentang hal itu.

Akupun pulang ke rumah, membolos pelajaran terakhir. Karena Syeila sudah membuat moodku

hancur gara-gara pemaksaan tadi. Kurebahkan tubuhku di kasur empuk yang ada di kamarku ini. Ku raba

isi tasku bermaksud mengambil Handphoneku tapi kutemukan sesuatu yang ganjal. Sebuah kotak kado.

Akupun membukanya dan ternyata tanpa sepengetahuanku tadi Syeila memasukkan kotak kado ini yang

berisi buku yang di bacanya selama seminggu ini. Oke! Fine! Sekarang aku jadi penasaran dengan buku

ini, sebagus apa buku ini hingga membuat Syeila, si gadis pesta itu berubah. Kulihat cover bukunya

memang sudah menarih perhatian. Ungu muda yang mencolok. Hmm, baiklah mulai kubaca halaman

pertamanya. Tapi entah mengapa memang setiap kata yang ada di buku ini seperti menyihirku agar

terus membacanya. Aneh memang, tapi mataku tidak bisa berhenti membaca setiap kata yang ada di

buku ini. Visualnya pun juga tidak membuatku bosan, karena karikatur yang ada di dalamnya juga unik.

Ini buku yang unik. Ini buku dakwah tentang islam yang baru pertama kali aku baca seumur hidupku.

Buku ini menyanggah prasangkaku bahwa buku-buku islami itu sangat membosankan dan sangat

menggurui. Tapi buku ini tidak, anehnya saat aku membacanya aku merasa tersindir oleh kata-katanya

yang ‘jleb’. Dan siapa yang menyangka aku telah membaca habis buku ini sampai jam 8 malam. Dan apa

yang telah kubaca dalam buku ini membuatku penasaran dengan sang penulis. Aku mulai men’stalking’

akun twitternya. Dan ternyata dia sudah menulis banya buku. Entah makhluk apa yang merasukiku

sehingga membuatku ingin membeli buku-bukunya dan membaca buku-bukunya.

~Sebulan kemudian

Aku dan Syeila pulang dari sebuah kajian yang pematerinya adalah penulis yang bukunya kuburu

sebulan yang lalu. Siapa sangka dia datang ke kota kecil ini. Sangat beruntung aku dan Syeila bisa

menghadiri kajian itu. Ya, aku sudah berubah seperti Syeila, aku sudah membaca semua bukunya

sehingga membuatku berubah. Berawal dari buku itu, aku membuka lembaran baru. Buku itu, merubah

hidupku. Aku juga sering bertanya dengan penulis buku itu lewat akun twitternya. Dan seperti ini lah

diriku sekarang, berhijab. Dan aku tertarik untuk mempelajari agama islam lebih dalam lagi. Buku-buku

yang di tulis oleh penulis itu sudah mengubah pola pikirku terhadap agama islam. Setiap buku yang di

tulisnya membuatku ingin menjauhkan diriku dari lingkungan yang ada di sekitarku. Membuatku ingin

mendekatkan diriku dengan Sang pencipta. Membuatku sadar bahwa selama ini aku sangat jauh dari-

Nya. Meskipun dengan perubahanku yang seperti ini membuat orang tuaku heran, takut, marah. Ya

mereka takut bahwa aku masuk aliran sesat karena aku memakai jilbab. Mereka selalu menentangku

saat aku pergi ke sebuah kajian. Bahkan salah satu buku dari penulis itu yang kumiliki pernah di sobek

oleh ayahku. Keluargaku memang bukan keluarga yang agamis. Tapi aku yakin dengan setiap doa yang

kulalantunkan setiap malam, Allah akan memberi orang tuaku petunjuk. Aku yakin dengan setiap

lantunan ayat-Nya bisa menggetarkan hati orang tuaku.

“Aku pulang dulu ya Bren. Assalamu’alaikum”. Ucap Syeila

“Wa’alaikumsalam. Hati-hati ya Syeila!”.

Akupun segera masuk halaman rumah. Kulihat ada mobil, mungkin ada tamu. Akupun masuk

lewat pintu belakang. Segera kulangkahkan kakiku menuju kamar, tapi samar kulihat ada seorang wanita

berjilbab berada di dapur. Membuatku terheran, karena seingatku saudara jauh ataupun kerabat ayah

dan ibu jarang ada yang berjilbab.

“Brenda! Ke sini Nak!”

Belum sempat aku menghampiri wanita itu, ayah sudah memanggilku dari ruang tamu. Aku pun

segera menuju ruang tamu. Betapa terkejutnya aku melihat tamu yang datang.

“Ustadz?!”

The End

Minggu, 15 Februari 2015

First Love? I'll Wait It

Seorang gadis berkerudung dan berseragam putih abu-abu sedang berlari dari rumahnya menuju terminal bus, jam tanganya menunjukkan pukul 06.30 pagi, sebentar lagi gerbang sekolahnya akan ditutup. Dan bus yang akan ditumpanginyapun akan berangkat. “Pak! Tunggu pak sebentar” teriak gadis itu dan akhirnya dia bisa menaiki bus kota itu. Sesampainya disekolah pintu gerbangnya sudah dtutup, dia terlambat,. Tak hanya dia saja yang datang terlambat ternyata ada 5 orang pelajar lainnya.
“tumben telat neng? Biasanya disiplin.” Tanya satpam yang sudah hafal dengan gadis itu.
“sepatu saya jebol pak, tadi jahit sepatu dulu”jawab gadis bernama Zahra tersebut.
“ini masnya juga kenapa telat mas? Biasanya pagi-pagi dateng langsung ke  kelapangan basket?” Tanya satpam pada sosok laki-laki tinggi di sebelah gadis tadi
“kesiangan pak hehe tadi malem lembur tugas” jawab laki-laki itu
“semuanya! Silahkan lakukan peregangan, dan lari-lari keliling sekolah sebanyak 2 kali. Cepat!” Suara keras dan tegas guru ketertiban mengiang ditelinga kelima siswa itu.
 “aduh, kenapa harus lari sih gak tau apa ini sepatu baru aja di jahit” keluh Zahra dan terdengar oleh telinga sosok laki-laki tinggi itu.
“nih, pakek sepatu gue, tadi gue bawa sepatu di tas, agak kebesaran sih di kaki loe, tapi mendingan dari pada loe harus pakek sepatu itu.”kata laki-laki itu sambil menyerahkan sepatu yang baru saja diambilnya ditas.
“udah gak papa kok, urusin diri loe sendiri aja” ucap Zahra cuek lalu berlari memulai hukumannya.
“langka nih cewe cuek banget, gak tau terima kasih lagi” ucap laki-laki itu dalam hati
            Zahra memang jarang terlambat, dia gadis yang disiplin,gadis yang ekspresif dan mempunyai kepribadian ceria juga optimis. Tapi sayangnya, dia tidak ramah terhadap semua siswa laki-laki disekolanya semenjak dia masuk sekolahnya sampai sekarang dia kelas 2 SMA. Sedangkan sosok laki-laki yang terlambat disebelahnya adalah kapten basket di SMA ternama itu. Dia adalah pemuda yang penuh semangat membara saat berada dilapangan basket, entah itu hanya latihan ataupun saat pertandingan. Setiap pertandingan yang dia ikuti selalu dimenangkannya.
Teng-teng-teng Bel istirahatpun berbunyi.
 “Ra! Loe kok bisa telat sih, jarang loh seorang Zahra telat. Nih tadi catetan matematikanya, PRnya juga jangan lupa hal 112 bab VI Pertidaksamaan fungsi “ ucap Iren sahabat Zahra sejak SMP sambil menyerahkan buku tulis ditangannya.
“iya nih, sepatu jebol gara-gara gue lari-lari cari berita kemaren Ren, ya udah deh baru tadi pagi gue jahit, eh by the way thanks a lot ya Ren loe emang sahabat terbaik gue” jawab Zahra sambil memeluk Iren
“biasa aja kali Ra, oh ya tadi loe dihukum sama kak Fikri yah?” Tanya Iren
“si kapten basket itu yah?”
“iya Ra, Kak Fikri Reynaldi kelas XII IPA 2 itu loh” jawab Iren heboh
“emang kenapa tanya-tanya? loe naksir dia?”
“enggak juga sih, Cuma heran aja, gak biasanya juga dia telat”
“terus kenapa? Masalah buat gue?”
“Ya Ampun Ra, dia itu kapten basket yang gak pernah kalah dalam pertandingan basket. Loenya sih itu cuek banget  sama cowo. Sesekali senyum kek, nyapa kek, senyum itu ibadah lho Ra!”
“biarin, terserah gue dong lagian gue gak mau tebar pesona”
“Ya ampun Ra, apa salahnya cuma nyapa ato gak senyum gitu aja. Itu bukan tebar pesona Ra”
 “udah ah yuk kekantin gue laper nih”ucap Zahra sebal dan langsung menarik tangan Iren pergi dari kelas. Tetapi nada getar di handphone Zahra menghentikan langkahnya.
“Bentar Ren, ada sms nih”ucap Zahra pada Iren.
-Dari : P. Hen PimRed(Pimpinan Redaksi)
‘Zahra, berita kemarin segera kirim ke email bapak ya, oh ya besok juga ada pertandingan Basket tingkat provinsi, tolong ya besok kamu liput beritanya di Lapangan Kota. Kita mengandalkanmu Ra! Thanks’ tulisan sms dilayar handphon Zahra tersebut. Zahrapun segera membalasnya dengan menyanggupi tugas tersebut lalu melanjutkan rencana pergi ke kantin dengan Iren.
Priit
Suara peluit wasit yang terdengar nyaring diseluruh lapangan. Zahra sudah stand by disana memotret setiap gerakan para pemain. Si Kapten Basket Fikri sudah memberi banyak skor dengan jump shoot dan set shootnya. Tentu saja itu sangat mudah baginya dengan postur tubuh yang tinggi. Mata Zahra tertuju pada sosok yang tengah melakukan crossover dribble itu. Ya, baru pertama kali Zahra melihat pertandingan Basket secara langsung, karena sebelumnya dia hanya melihatnya ditelevisi.  
Tidak heran jika memang image Kapten Basket Fikri sangat kuat. Lay-up shoot terakhir yang telah dilakukan oleh Fikri sudah menjadi penentu kemenangan Tim Basketnya. ‘It’s interview time!’ kata Zahra dalam hati. Beginalah kegiatan Zahra saat dia meliput berita. Dia sangat senang menulis dan memotret. Hasil olahan berita yang dia tulis sering menjadi headline majalah sekolahnya, hasil potretannya pun juga tidak perlu diragukan lagi. Karena itulah dia menjadi andalan tim jurnalistik sekolahnya. Tetapi, dengan kebiasaannya yang tidak ramah terhadap laki-laki, itulah yang sering membuat narasumber tidak nyaman. Tapi tidak dengan Fikri selaku kapten basket yang tengah diwawancarainya sekarang. Dia menjawab semua pertanyaan Zahra dengan santai, detail, dan tentunya tetap tersenyum ramah kepada Zahra. Sejak mendapat penolakan pertolongan dari Zahra kemarin, Fikri merasa ada yang janggal dalam dirinya. Karena dia merasa bahwa spesies bernama Zahra itu langka dan jarang dia temui. Tidak biasanya seorang gadis cuek, tatpi memilih menjadi wartawati sebagai hobinya. Bukankah itu unik?. Itulah yang adal dalam pikiran Fikri.
Sepulang dari wawancara tadi Zahra mampir ke took buku, untuk membeli novel terbaru penulis favoritnya Robert Galbraith. Novel itu baru dirilis 2 hari yang lalu. Diapun bertanya pada pegawainya
“mbak, novelnya Robert Galbraiths udah adakan?” Takdisangka ada seorang laki-laki yang juga menanyakan hal yang sama pada pegawai took buku itu. Sosok itu adalah Fikri yang juga baru pulang dari pertandingan tadi.
“Loh! Loe kok nyari novel itu? Loe fansnya Robert Galbraith yah?” Tanya Fikri.
“Iya emang, gue lagi nyari novel The Cuckoo’s Calling”
“The Cuckoo’s Calling” ucap mereka berbarengan. Disinilah Zahra menemukan kecocokan antara dirinya dan Fikri.
“Gue gak nyangka Kapten Basket kaya loe suka baca novel juga, gue kira loe Cuma latihan di lapangan aja.” Ucap Zahra
“haha emang kapten basket gak boleh baca novel?”
“boleh aja sih, eh by the way sekali lagi congrats ya for the winning captain ”
“biasa aja kali, gak usah panggil kapten, panggil aja kak Fikri, kan gue lebih tua”
Dengan perckapan itulah, mereka semakin dekat, ya pembicaraan mereka mengalir begitu saja. Tanpa mereka sadari ada sebuncah perasaan yang tumbuh di hati mereka. Kini Zahra juga bukan ‘ratu’ cuek lagi. Fikri lah yang memberikan pengertian kepadanya. Bahwa senyum tidak hanya sekedar ibadah, tapi dengan senyum juga kita mendapatkan kebahagiaan.
Zahra tidak merasa bahwa semakin hari dirinya semakin dekat dengan Fikri, dia juga tidak menyadari bahwa sebentar lagi dia akan berpisah dengan Fikri. Karena tentu saja Fikri harus melanjutkan pendidikannya ke Perguruan tinggi. Tetapi kini dia menyadari satu hal bahwa Fikri adalah cinta pertamanya, dengan memberubahnya menjadi sosok yang ramah. Yah meskipun Zahra belum mengerti apa arti cinta pertama yang sesungguhnya.
“eh, Ren!, loe tau gak apa sih cinta pertama itu?”Tanya Zahra pada Iren.
“ciee.. kenapa emangnya Ra? Loe lagi jatuh cinta?”
“udahlah jawab aja Ren”
“hmm kalo menurut gue, cinta pertama tuh, dimana loe punya perasaan yang mendalam untuk pertama kalinya, persaan sakit yang pertama kalinya. Banyak yang bilang sih kalo cinta pertama itu gak akan pernah happy ending, meskipun cinta pertama gak pernah mati, alias loe gak akan lupa sama cinta pertama loe. ”
“oh oke, makasih ya Ren!” jawab Zahra. Segera dia mengirim sms kepada Fikri kalau dia ingin bertemu, sebelum akhirnya mereka benar-benar berpisah. Karena besok adalah hari kelulusan. Merekapun bertemu di taman sekolah.
“Ra, gue mau bilang sesuatu ke elo dulu” ucap Fikri
“”iya kak! Gak papa kok lanjut aja”
“tunggu gue Ra, Gue minta loe sabar nunggu gue. Mungkin ini konyol bagi loe, tapi gue ngerasa kalo hati gue harus bilang ini ke loe. Gue jatuh cinta sama loe, tapi gue gak mau kita jalanin hubungan yang gak pasti. Karna gue takut bakalan kandas. Gue tau ini egois, tapi cuma satu aja cukup permintaan gue. tunggu gue.”ucap Fikri memandang Zahra serius.
Tak terasa air mata Zahra mengalir. Keduanya saling diam, meskipun Zahra masih dengan isakan kecilnya.
“gue tunggu elo kak pasti” jawab Zahra memecah keheningan.
~10 tahun kemudian.
Hari yang mendung menghalangi kegiatan sosok wanita yang sedang menyiapkan resepsi pernikahan di ruang terbuka itu. Sosok itu adalah Zahra, dia sudah menjadi Ketua Event Organizer yang sangat terkenal di Tangerang. Dia tengah disibukkan dengan pesanan dekorasi resepsi pernikahan.
“Mbak Zahra, ini kita selesaikan saja, mbak ke kantor saja, karena sudah ada klien yang nunggu mbak” ucap salah satu pegawainya
“oke, buruan ya ntar keburu hujan.”jawab Zahra lalu pergi ke kantornya dan sudah ada sosok pria dengan postur tingginya dan dengan setelan jas rapi. Memang klien itu adalah CEO perusahaan Swasta yang sudah melejit kesuksesannya. Fikrilah klien itu.
“Zahra! I’m back!” ucap Fikri menyambut Zahra yang baru masuk kantornya.
“Kak Fikri!” jawab Zahra girang
“Gue tau ini terlalu mendadak, tapi Will you marry me?” Tanya Fikri.

_The End_

Senin, 11 Agustus 2014

Inilah Keputusanku~

Bismillahirrohmaniirohim...


Rasa Syukurku kepada-Nya yang telah memberiku hidayah yang sangat berharga ini.
Seuntal perbuatan 'haram' yang telah kita jalani dulu maafkan diriku yang telah mengambil keputusan itu
telah kutemukan tobat baruku, pencerahan dalam diriku

Dia....
Dzat yang ingin kujadikan kekasih saat ini, Dia yang tak bisa dibandingkan denganmu.
Dia yang Maha Berkehendak, Dia yang Maha Penyayang, Dia yang Maha Mencintai.
Maafkan aku, karena aku sadar akan apa yang telah kita perbuat dulu adalah segumpal perbuatan yang di benci-Nya.

Dulu aku yang masuk ke dalam jurang yang sangat jauh dari-Nya, sekarang aku yang berusaha keluar dari jurang itu dan mendaki untuk dapat menjadi hamba yang di cintai-Nya.
Dia yang akan selalu ada di sisiku, bagaimanapun keadaanku.
Maafkan diriku karena keputusan itu, karena aku takut, Dia marah dan murka dengan seuntal perbuatan 'haram' kita.
Sungguh benar-benar tak ada artinya perjalanan hidupku jika hanya karena seuntai tali hubungan 'haram' itu. Aku sangat berharap kau paham, dan mengerti maksudku.


Sekarang, aku adalah masinis yang membawa rangkaian jiwaku.
Aku membawa masa depanku kelak~


Akhi~ Rocehan taubat belum terputus, masih ada kesempatan bagimu untuk kembali pada-Nya.
Aku yakin, Dia sudah merencanakan masa depan indah bagi diri kita masing-masing, asalkan kau juga ingin menjadikan-Nya kekasihmu.
Yakinlah, Allah pasti akan mempertemukan seorang hamba-Nya yang sholeh dengan yang sholehah, dan begitu juga sebaliknya.
Do'aku masih menyertaimu~
Buku itu, menjadi alasan utuhku.
Masukilah dunia buku itu, agar kau mengerti semua ini :')
Agar hatimu kembali suci, dan aku berharap kita dapat menjaga kesucian hati masing-masing.

Terima kasih atas semuanya~ :')

#mine
#hijrah
#toolatepost

5 Desember 2013

The Final Dream

   Once upon a time on East Java, there was a boy named Furqon. He lived with his parents and his younger sister, Zahra. Furqon was not rich. His father was only a farmer. He was not very smart, but he was really diligent, kind, religious, and he liked to work hard. He had a wonderful dream : He wanted to make his family proud of him.
One morning, he went to school with his sister Zahra. They studied at the same school, at the Islamic Senior High School. Furqon was in the XII grade, and Zahra was in the X grade. When he arrived at his class, he found a brochure. It was about a science competition. Actually, Furqon was not talented in science but he was interested in that competition.  Fikri, his best friend, came by.
“what are you looking at?” Fikri said
“Nothing,  just a brochure “ answered Furqon.
“Wooohhoo… A Science Competition?Are you interested in that competition?”  asked Fikri.
“Hmm… I don’t know, maybe” Furqon said
“Really?  Ha ha! You? Join A Science Competition? Chemistry? Physics? Biology? I don’t think so. You  are not great in science,” Fikri mocked
“Why? Nothing is impossible, right? Remember, Man Jadda Wa Jadda!” answered Furqon
“Okay.. okay.. I believe in you, nothing’s impossible in this world, however  it will be difficult for you,” said Fikri
 “But I still believe in you , I will support you! You can ask Alsya to teach you about science” Fikri leased.
“What? I don’t like her” Furqon objected
“Heeyyy, don’t lie to me, I know it from your eyes when you look at her”
“Okay! You’re right, but it is asecret, you know!” said Furqon sheepishly
Alsya was Furqon’s classmate. Furqon liked her since XI grade, but he didn’t want to have a relationship with a girl. He wanted to focus on his studies, and he believed that Allah had a plan for him. But Alysa was really great in science.
 The next morning, Furqon looked for more information about the competition. It would be held on 24th April 2014, in two months. He still had a lot of time to prepare. He asked his science teacher to guide him, but his teacher didn’t wanted to help him because his teacher wasn’t  sure that Furqon had the ability. Furqon felt so disappointed. Almost none of his classmates thought he could do it, even though he was diligent.
 Furqon walked around by himself in the school garden. “Why? Why almost does everyone doubt my ability?! I must prove everyone wrong. I Will Show I Can Do It!!” he said to him self. “Yeah! You Can Do It!! I know!” Somebody said
Suddenly, Zahra approached him.
“ Zahra? How did you know about this?” asked Furqon
“Hehe Fikri told me, I trust you, my big brother! I believe nothing’s impossible, remember how we were able to enter this school ? How we are able to study at this wonderful school?” Zahra encouraged him.

“Yeah, I remember ,  Zahra, Thank God…… Alhamdulillah both of us got a scholarship. Thanks, my lovely sister, I will show them that I can do it ” Furqon smiled.
“Great, this is my real brother. Make our parents proud. Nothing’s impossible if Allah wills it” Zahra said.
Furqon told his parents about the competition and his obstacles, and his parents supported him, too. “Show them my son! I know you can do it! You can be the winner!” His father said. “We always support and pray for you, Furqon” said his mother.
The next day, when Furqon walked to the Library to borrow some science books, he felt so dizzy. Furqon looked pale. Fikri saw him and ran to his best friend. He asked him to take a rest, but Furqon objected. Suddenly, he fainted. Fikri and Zahra took him to the hospital. When he woke up, he overheard the doctor said something in secret to Zahra and Fikri. He didn’t believe what the doctor said.
On their way home, Furqon asked them.
“I s what the doctor said true?” asked Furqon.
“You heard that?” Zahra asked
“So, it’s true, Zahra. Fikri, Is the doctor serious?! Astaghfrullahal’adzim Ya Allah ” said Furqon, tears coming into his eyes.

Zahra just kept silent. She was crying. Fikri hugged Furqon.
“Zahra, don’t tell this to mother and father,” said Furqon.

“Why? I must tell them, so you can heal,” Zahra wiped her tears.
“No, I don’t wanna make them worried and sad,” objected Furqon.
Zahra ran to her brave brother and hugged him tightly. “But promise me, you’ll be okay,” Zahra cried.
“I’ll be okay, sis. Allah has a plan for me.” Furqon also hugged her tightly and smiled.
After Zahra and Fikri knew about Furqon’s condition, they always encouraged him. Furqon studied harder for the science competition. Sometimes he asked Alysa to help him to prepare the material and all the things that he didn’t know. He had already studied about  Bacterium, Cell, Digestive System, Propagation, Absorption, Abstraction, Aeration, Solidification, Force, Pressure, Tangent, Strength, Velocity and many others topics  .
When he was going home he saw his science’s teacher  took something at the roof with the stair.
 “Be careful, sir the floor is slippery!” Furqon helped walked down the stair. After having helped his teacher, he then though by himself
“Don’t pretend  as if you know well about physics, all people also know about that” he mocked Furqon

“If all people know, why don’t you hold the stair back?” asked Furqon.
“Ooh?  I just.. forget… just go home” he answered awkwardly.
“Okay, be careful sir” Furqon left him. But the teacher fell down.
            Furqon arrived at his home. He didn’t go home with Zahra as a usual, because Zahra went to home earlier. After he prayed, he felt dizzy again. He quickly closed his bedroom door. He felt so dizzy. “Ya Allah, let me live longer. Let me make my parents proud, let me give my parents the opportunty to make the pilgrimage to Mecca(hajj)” He cried. His nose was bleeding. And he fainted. Zahra was shocked when he came in to Furqon’s room. She cried, but she remembered what Furqon had said that she must hide this from their parents. She wiped Furqon’s blood away.
“Zahra? Where’s Furqon?” her mother called her. She quickly put Furqon to his bed and went out of his room.
“He’s sleeping mom, maybe he feels tired,” answered Zahra.
“Oh really? I thought he went somewhere. Okay, if he’s asleep, let him rest” Said her mother and left.
“Yes, mom, he’s sleeping in his room” Zahra shouted to make her mother not wrong, but she almost cried. She went back into Furqon’s room, and tried to wake him up. After about an hour, Furqon finally woke up and saw his sister praying in his room with blurry eyes because of crying. He called Zahra, and he told her that he was okay. He convinced her that he was fine.
            One week later, Furqon went to the UKS, and he saw a sick student, who was having a hard time breathing. He had learned about this in the Red Cross. He helped the student sit down in a chair. He asked the student what happened. The student said that he inhaled the gas in the laboratory. Furqon knew that was  dangerous gas. He asked the student to take a breath slowly and drink a glass of water, because it would make his respiration flow smoothly. The student’s evened out because of the oxygen.
After arriving at home, Furqon helped his father hang a box, with two thin ropes. He asked his father, how much the box weighed, because it looked heavy. He thought “ If the ropes are thin, and the box is heavy, the tension will be high, so the ropes will tear and then the box will fall down. He stopped his father from hanging up the box. He attacked more ropes , so that the tension of the ropes was not too high. He thought that actually all of physics is useful to human daily activity. It’s not just Physics, but Chemistry and Biology also. After Furqon helped his father, he studied again. He learned about Amplification, Evaporation, Condensation, Nutrient, Nervous system, Optic, Sound waves and others topics. He thought “Hey! I like science!”.
            The day of competition was coming, so he felt so nervous. Unfortunately,  he felt dizzy, again but he tried to hold it. He continued to answer questions related to the  competition.  Finally, he finished answering all of the scientific questions. He quickly went home without waiting for the announcement of the score. He felt so dizzy. Fikri saw how bad Furqon was. He was so worried about Furqon’s condition.  He asked Furqon to go to the hospital but Furqon didn’t want to go. Without any words Fikri brought him to the hospital.   The doctor said that Furqon was in serious condition. He needed surgery to excise his tumor, because Furqon had brain cancer. But Furqon, didn’t want the operation. He didn’t want to waste his parents money just for his sugery. Finally , Furqon and Fikri went to Furqon’s home. His parent looked so worried, but Furqon said that he was fine.
Suddenly, he got a call from the committee of the competition that he was announced as semi final winner. He got the highest rank! He could go on to the final round.
“Alhamdulillah, Ya Allah! Alhamdulillah!” he cried and hugged his parents, Zahra and Fikri. He did it!

The next morning, Alsya and all of Furqon’s friends  congratulated him. He showed that he could do it. Even his science teacher  congratulated him.
“Congratulations Fuqon, you showed me that you can do it” .the teacher said
“Thanks, sir, I know  hehe!” Furqon laughed
“I will help you prepare for the next round” the teacher said.
“Really, sir? Thank you so much, sir!”Furqon answered
He was still grateful to Allah,  because he was able do it because of Allah’s hand. Now, he could study with his teacher’s help and get an even more perfect result. He practiced a lot with teacher, and he became more confident.
            The day before the final round came. Furqon had a strange feeling. He didn’t know why. He felt dizzy but he was comfortable. He felt that Allah would call him. He wrote letters to all the people that he loved, and then he went to sleet. During the night,  he dreamed that his parents were making the pilgrimage to Mecca.
            The day of the  final round came. His parents, Zahra, Fikri, and his teacher came to support him.  The final section was so difficult, but Furqon did well. He remembered the time he  helped the sick student and his father. It helped him to answer the question: what to do when we inhale a dangerous gas, how to hang a box with thin ropes. And He were able answer the questions correctly! He was a champion! He was a winner!! But he felt so dizzy, and he fainted. His father quickly caught him.  Furqon’s nose was bleeding again. Zahra and Furqon’s mother was crying.Zahra, his mother,  Fikri, and his teacher approached him. All of audience members panicked.
“I’m sorry, father, only this I can do for you and mother,” Furqon said slowly.
“Are you sick Furqon?” his father asked
“Last night I wrote letters. They’re in my bag Fikri” Furqon whispered.
“Sorry, Mother, father, Zahra, I can do only this for you. Thanks a lot for your love, your, support. Man Jadda Wa Jadda! The grand prize of this competition : A pilgrimage to Mecca, I give to you”
his mother shocked “Furqon! Why are you saying that?”
“Mother, I‘m sorry, I don’t think I will make it. Allah is calling me. Allahu Akbar! Laailahaillallah! Asyhaduallaillahaillallah. Wa AsyhaduAnnaMuhammadarrosullullah”. Then Furqon closed his eyes forever.
This is what Furqon’s letters said
To : My lovely Mother,Father and my sister Zahra.
“Sorry, Father, Mother, just this that I can give to you, I’m so sorry, If I ever made you mad, or I was a naughty boy. I always made Mother worried, always made Father annoyed. I always made Zahra cry when I was a child. But it was always you, Mother, Father, and Zahra who always supported and loved me, and made me happy. Thank you so much. From you I learned how to live. And Zahra, thank you for keeping this secret from Mother and Father. I hope we can meet again in heaven.
Assalamu’alaikumwarahmatullahwabarahatuh.”

To : My Best Friend Fikri
“Hey bro! thanks for keeping my secret about Alysa, hehe Thanks for all of your support to me, when I was down. I’m sorry I can’t support you when you are down. Thanks for helping Zahra to take care of me.  You are my best friend forever. I’ll never forget all of your help. See you n heaven Fikri.
Assalamu’alaikumwarahmatulllahiwabarakatuh”



~THE END~

#mine
#thefinalcompetiton
#latepost

11 Februari 2014

Penutup Tuhan Izinkan Aku Pacaran~

Ada kata dalam satu cintaku
Saat aku bergelora dalam menerjemahkan maknanya.
Di saat cinta itu datang dan waktu belumlah tepat.
Lelah mata ini menahan
Menahan apa saja yang syahwat anggap enak.

Ada kata dalam satu cintaku
Saat aku kembali menangis menatap mereka
Di saat cinta itu hadir sementara jiwa masih berontak
Lelah hati ini menahan keinginan
Menginginkan apa saja yang di anggap syahwat baik.

Ada kata dalam satu cintaku
Saat aku ingin menuntut kesucian cinta
Sementara kesabaran masih terus kugigit
Karena cinta terus mendekatiku
Sungguh banyak pujian keindahan terlayangkan
Sementara aku tidak tau apakah itu zina hati atau memang pujian

Ada kata dalam satu cintaku
Saat dirinya hadir menyindir dalam kesendirian
Saat hanya perasaan yang hanya berbicara
Melihat wajahnya adalah biar yang harus kutangguhkan
Lalu jiwa pun melangla dunia sekerasnya.

Ada kata dalam satu cintaku
Saat diriku memuja dan memuji kebesaran Allah
Lalu tertulis pula sebuah kata cinta
Memasuki kamar hati yang kosong
Dan aku pun ikhlas mencadari wajahku.

Ada kata dalam satu cintaku
Saat cinta harus kusujudkan di atas sajadah
Bersama linangan air mata
Dan akhirnya hanya Allah tempat meminta
Dan terlafazlah kata-kata cinta.

Ada kata dalam satu cintaku
Saat hatiku bergelora lebat
Dan akupun bahagia, walau sesekali menangis.

Ada kata dalam satu cintaku
Dan ada satu cintaku yang berkata-kata indah
Melalui buku ini, aku persembahkan untuk siapapun kamu
Yang kelak akan menjadi pendampingku
Yang belum kutahu dan kurasakan di mana jejakmu
Namun begitu dekat kudapati kau hadir di sisiku

Ada kata dalam satu cintaku
ALLAH BERSAMAKU :')

#Fikri Habibullah
#toolatepost

11 Desember 2013