Seorang gadis tengah berkutat dengan dunianya sendiri, sebuah buku yang dibacanya.
Mungkin banyak orang yang melihatnya dengan heran, bagaimana bisa dia membaca di
tempat yang ramai. Memang tempat favoritnya adalah taman kota, menikmati udara pagi
yang sejuk selagi membaca buku menjadi kecanduan bagi gadis itu.
“Kakak, ayo kita duduk di sini dulu, udah capek nih” ucap seorang gadis kecil yang menarik-
narik baju seorang lelaki yang berdiri disampingnya.
“Ya udah kita istirahat dulu nanti lanjut lagi yah jogging-nya” jawab sang lelaki.
“Maaf, kak, bisa kan kita duduk di kursi ini” tanya gadis kecil itu pada gadis yang masih
berkutat dengan buku yang dibacanya.
“Oh, ya silahkan adik” jawabnya ramah setelah tersadar bahwa ada yang berbicara padanya.
“Kakak belikan susu dulu ya” ujar sang lelaki.
“Iya kak!”
Kini tinggal seorang gadis kecil dan gadis yang tengah berkutat lagi dengan bukunya.
Sang gadis mungkin merasa canggung jika berbicara dengan gadis kecil itu, karena dia tidak
terbiasa dengan anak kecil.
“Kakak lagi baca apa?” Tanya sang gadis kecil itu memecah keheningan.
“Hmmm, ini kakak baca novel”
“Oh, kenapa kakak nggak jalan-jalan pagi aja?”
“Hmmm, kakak lebih suka membaca” jawabnya dengan senyuman.
Kemudian mereka tenggelam dalam keheningan lagi. Entah tak tau apa yang harus di
katakan, atau merasa canggung dengan suasananya.
“Nih, susunya udah kakak beliin” ujar sang lelaki itu menghampiri gadis kecil itu.
“Makasih kak!” jawab gadis kecil itu ceria sambil menikmati susu segar yang baru saja
diperolehnya. Kemudian lelaki itu duduk di tepat di sebelah gadis yang masih berkutat
dengan bukunya.
“Kakak! Kakak! Aku takut, ada lebah!” Teriakan gadis kecil itu membuyarkan konsentrasi
membaca gadis itu. Ketika lelaki yang ada di sampingnya hendak menenangkannya, sang
gadis sudah berlutut di depan gadis kecil itu.
“Lebah gak akan ganggu kamu kalo dirinya gak merasa terancam dik, tenang aja.” Ujarnya
dengan senyum hangat pada gadis kecil itu.
“Tapi aku takut kalo di sengat”
“Biarin aja, gak usah takut. Kamu diem aja, lebah gak akan nyengat kamu kok, beneran deh”
“Hmm, iya deh kak”
Lelaki itu hanya tersenyum mendengar percakapan antara dua gadis itu. Gadis itupun
kembali duduk di tempatnya semula. Menutup bukunya dan mencoba untuk memulai
pembicaraan dengan lelaki di sampingnya.
“Apa yang kukatakan tadi benarkan?” tanyanya pada lelaki yang ada di sebelahnya.
“Tentu saja, lebah memang seperti itu. Mereka tidak akan menyengat siapapun kalau saja
tidak ada yang menganggu sarangnya”
“Kakak, aku main dulu ya!” pamit sang gadis kecil itu dan direspon dengan anggukan oleh
lelaki itu.
“Filosofi seekor lebah sangat baik bukan?” sekarang ganti sang lelaki itu yang bertanya.
“Hmm” jawab gadis itu singkat
“Madunya yang sangat bermanfaat. Serbuk sari yang menempel pada tubuhnya membantu
penyerbukan, dan tentu saja selalu bunga-bunga indah yang menjadi sumber
nektarnya.Sangat sempurna bukan?”
“Tidak, semua makhluk mempunyai kelebihan dan kekurangan yang diberi oleh Tuhan”
“Lalu apa kelemahan lebah?”
“Jika dia menyengat sesuatu, maka dia mempertaruhkan hidupnya”
“Maksudmu?” dahi lelaki itu berkerut
“Sekali saja lebah menyengat sesuatu dengan ekornya, maka dia akan kehilangan satu-
satunya alat pelindungnya, dan juga dia harus siap jika itu membuatnya kehilangan
nyawanya”
“Tapi lebih banyak kelebihan yang diberikan oleh Tuhan pada lebah. Lebah sangat
bermanfaat bagi banyak makhluk. Tidak hanya manusia yang mengonsumsi madunya, tapi
juga tanaman yang di bantu penyerbukannya”
“Banyak orang berfikiran bahwa lebah sangat bermanfaat bagi orang lain, tapi mereka juga
tak segan segan mengganggu ketenangan lebah itu sendiri”
“Hmm, mereka hanya iseng mungkin”
“Apa mereka tidak merasa berterima kasih pada lebah yang sudah menghasilkan madu yang
sudah ada dalam perutnya?”
Lelaki itu terdiam, tak berani menjawab petanyaan gadis itu. Lebih tepatnya tidak
bisa. Karena merasa tersindir oleh perkataan gadis itu.
“Mereka memuji-muji lebah dengan perkataan, tapi tidak dengan tindakan” ujar gadis itu lalu
beranjak dari duduknya
“Maaf, aku harus pergi”
“Sebentar, siapa namamu” Tanya lelaki itu. Gadis itu menyerahkan kartu namanya lalu
membungkuk sebagai tanda pamitnya dan berlalu pergi
“Rifqia Roid Bee?” ucap lelaki itu membaca namanya
“Bee? Lebah? Nama gadis itu adalah lebah?” Lelaki itu terkejut.
The End
Rabu, 24 Juni 2015
Segenggam Ukhuwah
Kulangkahkan kakiku menuju ruang sekretariatan Rohis SMAku. Kulihat seorang gadis
tengah sibuk berkutat dengan laptop yang ada di depannya. Ada juga Liza. Fitri, Riska, mbak
Rarah, mas Furqon, Fikri dan beberapa teman Rohis yang sibuk.
“Assalamu’aikum” ucapku
“Wa’alaikumsalam, eh ada Firda” jawab mbak Nisa.
“Mbak, gimana persiapan buat acara lomba antar SMP sekaligus pelepasan nanti?” tanyaku.
“Hampir selesai sih dek, kan tinggal seminggu lagi. Ini nih surat undangan untuk SMPmu dulu.
Anterin ya”
“Oke, mbak. Hari ini gak ada rapat kan?”
“Nggak, ini semua pada cari sponsor”
“Oh, ya udah aku pamit dulu ya mbak” sebelum aku beranjak mas Riza memangilku
“Bentar Fir, kamu nanti sama Zahra bantuin jadi moderator buat acara ntar ya” ujar mas Riza,
ketua Rohis ini. Ah, sebentar lagi akan di gantikan oleh Fikri. Karena mas Riza dan kakak-kakak
kelas tiga akan segera lengser dari kepengurusan Rohis.
“Ok, siap. Ya sudah aku pamit dulu. Assalamu’alaikum mbak Nisa, mas Riza, temen-temen ”
“Wa’alaikumsalam” jawab mereka kompak.
Akupun beranjak dari ruang itu dan berjalan menuju parkir kendaraan sekolahku. Hari
sudah semakin sore, terik sinar matahari yang mulai hangat membuatku sedikit gerah. Tapi tetap
kukayuh sepedaku ini. Saat sepedaku melewati sebuah kedai di pinggir kota, kuhentikan
kayuhanku sejenak. Pikiranku kembali pada masa-masa itu.
“Firda, kamu mau gak coba pakai jilbab?” ucap mbak Nisa memnbujukku
“Nanti, gerah mbak”
“Sayang, menutup aurat kan kewajiban seorang muslimah, masa Firda gak mau memenuhi
kewajiban?”
“Tapi susah mbak, ribet”
“Daripada nanti auratmu di liatin banyak cowok yang bukan mahrom gimana hayooo”
“Hmmm, ya udah dek mbak. Aku coba” jawabku mantap
Mengingat masa lalu, membuatku memiliki rasa syukur karena aku telah dipertemukan
dengan mbak Nisa. Dialah yang membantuku keluar dari jurang kesalahanku dulu. Sebaiknya
segera kukayuh lagi sepedaku agar cepat sampai rumah.
“Shodaqallahu’adzim” kututup mushaf ini lalu kucium pelan.
“Firda, bunda pergi ke arisan dulu ya nak, ayah masih ada lembur di kantor. Mas Farid juga
sebentar lagi akan pulang” ucap bunda
“Mas dari tadi belum pulang Bun? Padahal sudah ba’da maghrib lho”
“Belum dia masih ada acara di kampusnya. Oh ya, sekalian makan malamnya sudah siap. Nanti
kalau sudah dingin kamu panaskan ya?”
“Iya bunda, sudah sana berangkat, nanti terlambat.” ucapku mendorong bunda pelan ke pintu
“Bunda berangkat dulu, Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumsalam”
Mas Farid adalah kakak kandungku. Dia tengah mencari ilmu di kampus ternama di kota
ini. Siapa sangka dia bisa masuk kampus itu, mengingat nilai mas Faris yang tidak begitu bagus..
Ah, sebenarnya keluargaku dulu tidak seharmonis ini. Dulu kami saling diam, bersikap dingin
satu sama lain, hanya peduli dengan urusan masing masing. Saling menasehatipun tidak pernah,
belajar agama bersama apalagi. Tapi semuanya berubah sejak aku memutuskan untuk memakai
Jilbab dan tentu saja bersahabat dengan mbak Nisa. Karena mbak Nisa sering sekali datang
kerumahku. Mengajariku ngaji, juga membantuku mempelajari agama islam lebih dalam lagi.
Tak kusangka, keluargaku mulai memperhatikannya. Senang rasanya saat mas farid memintaku
untuk mengajarinya mengaji waktu itu.
“Dek Firda, mas minta bantuan kamu bisa ndak?” tanyanya ragu
“Bantuan apa mas?”
“Ajarin mas ngaji”
“Beneran mas? Mas seriuskan?” tanyaku tak percaya
“Iya dek, beneran. Mas pengen bisa ngaji fasih kayak kamu”
“Alhamdulillah, pasti mas, aku mau bantu ngajarin mas ngaji” ucapku riang
“Maaf ya dek, harusnya mas yang ngajarin kamu, harusnya ayah dan bunda yang ngajarin kita,
mas minta maaf karena sikap mas yang tak acuh sama kamu dek” sahutnya pelan
“Gak papa mas, aku bisa paham kok, yang penting sekarang kita bisa memulainya dari awal”
“Makasih ya dek” ucap mas Farid lalu memelukku.
Mengingat hal itu membuatku lebih bersyukur karena Allah masih memberikan
kesempatan untuk mas Farid agar tersadar bahwa selama ini kita sebagai keluarga melalaikan
kewajiban masing-masing. Ingatanku kembali lagi ketika bunda mengajakku ke suatu tempat dan
ternyata itu adalah toko pakaian muslimah untuk membeli Jilbab.
“Bunda ngapain ngajak aku kesini bun? Mau beli jilbab buat aku?”
“Bunda mau beli jilbab buat bunda sendiri”
“Bunda mau memakai jilbab bun?” tanyaku serius
“Iya, bunda mau pakai jilbab, karena bunda sayang ayahmu, masmu Farid, kakekmu, dan
pamanmu” aku mengerutkan dahi
“Maksud bunda?” tanyaku penasaran
“Iya, bunda sayang mereka, karena bunda ndak mau mereka menanggung dosa bunda yang telah
membuka aurat selama ini” jawab bunda sendu
“Alhamdulillah, akhirnya bunda paham apa yang aku bicarakan selama ini”
“Ya sudah ayo, bantu bunda pilihkan jilbab” ucap bunda membelai kepalaku.
“Siap bun!” jawabku tegas.
Tak kusangka bahwa bunda juga mau berubah. Semenjak itu, bunda mengundurkan diri
dari perusahannya yang menyita hampir dua puluh empat jam waktu bunda. Bunda akhirnya
memutuskan untuk bekerja membantu bibi diusaha cateringnya, sehingga bunda masih bisa
mengurus rumah dan juga memberikan perhatiannya pada mas Farid, ayah, juga padaku. Ah,
memoriku terulang juga ketika ayah mengajak kami semua sholat berjama’ah lagi. Karena sudah
bertahun-tahun kami tidak sholat berjama’ah, yah karena mereka sibuk dengan urusan masing-
masing. Aku hanya teringat sekilas saat kami terakhir kalinya sholat berjama’ah sebelum ayah
mengajak kami waktu itu. Saat aku masih di Taman Kanak-kanak, setelah aku duduk di bangku
Sekolah Dasar, mereka sudah tidak sehangat dulu lagi. Memang sepele hanya sholat berjama’ah,
tapi bagiku itu sangat berharga, Dan sekarang aku mulai merasakan arti ‘keluarga’ yang
sebenarnya. Siapa sangka jika semua itu berawal dari persahabatanku dengan mbak Nisa.
“Terima Kasih atas partisipasi adik-adik sekalian. Dan sekali lagi selamat bagi pemenang lomba
da’i muda. Semoga kalian selalu ada dalam dekapan-Nya.Untuk yang terakhir, terima kasih kami
ucapkan kepada kakak-kakak kelas tiga yang sudah berjihad, memperjuangkan Rohis kita, terima
kasih atas kepercayaan yang telah kakak sekalian berikan kepada kami. Kami pengurus baru juga
masih perlu bimbingan kakak-kakak. Semoga kami dapat menjalankan amanah dengan baik
Akhirul Kalam Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh” penutupan acara oleh Fikri
selaku ketua panitia acara lomba ini dan juga ketua Rohis yang baru menggema di seluruh aula.
Tak terasa acara lomba antar SMP dan pelepasan pengurus lama baru saja selesai dengan
lancar, meskipun banyak kendala yang datang. Entah kekurangan peserta, dana, ataupun hal-hal
lainnya. Dan tak sangka juga, hari ini adalah pelepasan bagi pengurus kelas tiga karena sebentar
lagi mereka akan lulus. Termasuk mbak Nisa, mbak Rarah, mas Riza,mas Fuqon dan kakak-
kakak yang lain. Aku pun membantu mbak Nisa beres-beres. Tapi tak tau kenapa mataku justru
menatap Fikri yang tengah berbincang dengan mas Riza. Ah, hatiku mulai bergetar lagi. Aku
menyimpan rasa pada Fikri.
“Firda sayang, jaga pandangan dek” bisikan mbak Nisa membuyarkan lamunanku
“Astaghfirullahal’adzim. Maaf mbak” jawabku menunduk malu
“Jangan minta maaf sama mbak, minta maaf sama Allah dan matamu karena sudah zina mata”
Ucap mbak Nisa menyinggungku pelan. Aku paham mbak Nisa bermaksud mengingatkanku.
“Iya mbak. Tapi mau bagaimana lagi jika hati sudah tidak bisa menahan lagi”
“Istighfar dek, Allah menyuruh kita untuk menutup aurat agar laki-laki bisa menundukkan
pandangannya, agar mereka tidak bernafsu dengan kita. Nah masa kita kalah dengan mereka
yang sudah menjaga pandangan? Allah sudah menentukan waktu yang tepat kok dek. Sabar saja”
“Terus gimana dong mbak biar bisa menjaga pandangan juga menjaga perasaan kita?”
“Sering istighfar dan ingat bahwa dia bukan mahrom kamu, kalau memang rindu titipkan dalam
lantunan doamu. Curahkan semuanya sama Allah”
“Ih, mbak kok jawabnya serius banget sih? Pengalaman ya mbak?” godaku
“Apaan sih dek, udah ini bantuin mbak” jawabnya malu.
“Hehe, iya deh mbak aku bantuin sini” akupun membantu mbak Nisa memasukkan semua
barang-barang Rohis kedalam ruang sekretariatan.
“Oh iya Fir, ini dari mbak” ujarnya seraya memberiku sebuah amplop
“Apa ini mbak?”
“Udah, dibaca di rumah aja”
“Hmmm, oke mbak”
Semuanya sudah bersih, evaluasi juga sudah kami lakukan. Sekarang kakak-kakak
berpamitan kepada kami semua. Tentu saja para akhwat sudah berluluran air mata. Karena
banyak kenangan indah yang telah kami lewati bersama. Suka dan duka tidak lepas dari setiap
perjuangan kami. Memang jihad kami tidak seperti zaman peperangan Rasulullah, tapi bagi
kami, sekarang adalah Jihad mengajak kepada kebaikan dengan kajian-kajian yang kami adakan
dan juga salah satunya kegiatan lomba da’i yang baru saja kami adakan. Aku mendoakanmu
kakak-kakak, semoga langkah kalian selalu berada dalam ridho-Nya.
“Shodaqallahul’adzim”Setelah kututup mushaf ini, aku melihat sebuah amplop pemberian mbak
Nisa tadi. Akupun membukanya ternyata sebuah surat
Kepada adikku Firda
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Tak terasa ya mbak udah mau lulus, kamu juga sudah jadi pengurus. Mbak hanya ingin
mengucapkan banyak maaf sama kamu dek, mbak sering menyinggungmu, mbak sering
menyindirmu, kata-kata mbak sering nyakitin hati kamu. Tapi mbak lakukan itu karena mbak
sayang sama kamu dek. Mbak ingin kamu selalu di jalan yang benar. Saat pertama kali mbak
kenal kamu, mbak ngerasa bahwa mbak harus membantumu. Terima kasih sudah menjadi
bagian dari kenangan indah mbak selama menuntut ilmu. Terima kasih sudah membuat mbak
ngerasa jadi orang yang berharga. Mbak nitip Zahra juga ya. Heheh. Oh ya awas lho, tetep jaga
pandangan sama Fikri, jangan malah curi-curi pandang saat mbak gak ngingetin. Tetep jaga
hatimu dek, pasti ada waktunya kok. Jangan mudah marah lagi, ingat Allah sayang sama orang
sabar. Tetep istiqomah memakai jilbabnya. Jangan sampai di lepas. Jaga amanah mbak di
Rohis. Perjuangankanlah Rohis kita. Mbak rasa, udah banyak banget ini isi surat. Sekian dulu
ya dek Firda. Mbak menyayangimu karena Allah. Ukhibuki Fillah. Jaga ukhuwah ini ya dek.
Butiran bening dari pelupuk matakupun jatuh. Bahkan sudah mengalir dengan deras.
Pasti mbak, aku juga menyayangimu karena Allah, aku akan menjaga genggaman ukhuwah ini.
“Firda, sayang ayo makan malam nak” kudengar bunda memanggilku
“Iya, bun” jawabku lalu kuhapus air mataku ini. Lalu lipat surat dari mbak Nisa dan kusimpan di
buku harianku.
Berawal dari siraman air hati yang menumbuhkan tanaman hijau nan subur, akarnya yang
mengakar erat di hati, batangnya yang berdiri kokoh menahan terpaan angin, daunnya yang
rimbun menyejukkan, bunganya yang wangi penuh aroma keharuman, dan buahnya yang ranum
dan manis. Itulah segenggam ukhuwah
tengah sibuk berkutat dengan laptop yang ada di depannya. Ada juga Liza. Fitri, Riska, mbak
Rarah, mas Furqon, Fikri dan beberapa teman Rohis yang sibuk.
“Assalamu’aikum” ucapku
“Wa’alaikumsalam, eh ada Firda” jawab mbak Nisa.
“Mbak, gimana persiapan buat acara lomba antar SMP sekaligus pelepasan nanti?” tanyaku.
“Hampir selesai sih dek, kan tinggal seminggu lagi. Ini nih surat undangan untuk SMPmu dulu.
Anterin ya”
“Oke, mbak. Hari ini gak ada rapat kan?”
“Nggak, ini semua pada cari sponsor”
“Oh, ya udah aku pamit dulu ya mbak” sebelum aku beranjak mas Riza memangilku
“Bentar Fir, kamu nanti sama Zahra bantuin jadi moderator buat acara ntar ya” ujar mas Riza,
ketua Rohis ini. Ah, sebentar lagi akan di gantikan oleh Fikri. Karena mas Riza dan kakak-kakak
kelas tiga akan segera lengser dari kepengurusan Rohis.
“Ok, siap. Ya sudah aku pamit dulu. Assalamu’alaikum mbak Nisa, mas Riza, temen-temen ”
“Wa’alaikumsalam” jawab mereka kompak.
Akupun beranjak dari ruang itu dan berjalan menuju parkir kendaraan sekolahku. Hari
sudah semakin sore, terik sinar matahari yang mulai hangat membuatku sedikit gerah. Tapi tetap
kukayuh sepedaku ini. Saat sepedaku melewati sebuah kedai di pinggir kota, kuhentikan
kayuhanku sejenak. Pikiranku kembali pada masa-masa itu.
“Firda, kamu mau gak coba pakai jilbab?” ucap mbak Nisa memnbujukku
“Nanti, gerah mbak”
“Sayang, menutup aurat kan kewajiban seorang muslimah, masa Firda gak mau memenuhi
kewajiban?”
“Tapi susah mbak, ribet”
“Daripada nanti auratmu di liatin banyak cowok yang bukan mahrom gimana hayooo”
“Hmmm, ya udah dek mbak. Aku coba” jawabku mantap
Mengingat masa lalu, membuatku memiliki rasa syukur karena aku telah dipertemukan
dengan mbak Nisa. Dialah yang membantuku keluar dari jurang kesalahanku dulu. Sebaiknya
segera kukayuh lagi sepedaku agar cepat sampai rumah.
“Shodaqallahu’adzim” kututup mushaf ini lalu kucium pelan.
“Firda, bunda pergi ke arisan dulu ya nak, ayah masih ada lembur di kantor. Mas Farid juga
sebentar lagi akan pulang” ucap bunda
“Mas dari tadi belum pulang Bun? Padahal sudah ba’da maghrib lho”
“Belum dia masih ada acara di kampusnya. Oh ya, sekalian makan malamnya sudah siap. Nanti
kalau sudah dingin kamu panaskan ya?”
“Iya bunda, sudah sana berangkat, nanti terlambat.” ucapku mendorong bunda pelan ke pintu
“Bunda berangkat dulu, Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumsalam”
Mas Farid adalah kakak kandungku. Dia tengah mencari ilmu di kampus ternama di kota
ini. Siapa sangka dia bisa masuk kampus itu, mengingat nilai mas Faris yang tidak begitu bagus..
Ah, sebenarnya keluargaku dulu tidak seharmonis ini. Dulu kami saling diam, bersikap dingin
satu sama lain, hanya peduli dengan urusan masing masing. Saling menasehatipun tidak pernah,
belajar agama bersama apalagi. Tapi semuanya berubah sejak aku memutuskan untuk memakai
Jilbab dan tentu saja bersahabat dengan mbak Nisa. Karena mbak Nisa sering sekali datang
kerumahku. Mengajariku ngaji, juga membantuku mempelajari agama islam lebih dalam lagi.
Tak kusangka, keluargaku mulai memperhatikannya. Senang rasanya saat mas farid memintaku
untuk mengajarinya mengaji waktu itu.
“Dek Firda, mas minta bantuan kamu bisa ndak?” tanyanya ragu
“Bantuan apa mas?”
“Ajarin mas ngaji”
“Beneran mas? Mas seriuskan?” tanyaku tak percaya
“Iya dek, beneran. Mas pengen bisa ngaji fasih kayak kamu”
“Alhamdulillah, pasti mas, aku mau bantu ngajarin mas ngaji” ucapku riang
“Maaf ya dek, harusnya mas yang ngajarin kamu, harusnya ayah dan bunda yang ngajarin kita,
mas minta maaf karena sikap mas yang tak acuh sama kamu dek” sahutnya pelan
“Gak papa mas, aku bisa paham kok, yang penting sekarang kita bisa memulainya dari awal”
“Makasih ya dek” ucap mas Farid lalu memelukku.
Mengingat hal itu membuatku lebih bersyukur karena Allah masih memberikan
kesempatan untuk mas Farid agar tersadar bahwa selama ini kita sebagai keluarga melalaikan
kewajiban masing-masing. Ingatanku kembali lagi ketika bunda mengajakku ke suatu tempat dan
ternyata itu adalah toko pakaian muslimah untuk membeli Jilbab.
“Bunda ngapain ngajak aku kesini bun? Mau beli jilbab buat aku?”
“Bunda mau beli jilbab buat bunda sendiri”
“Bunda mau memakai jilbab bun?” tanyaku serius
“Iya, bunda mau pakai jilbab, karena bunda sayang ayahmu, masmu Farid, kakekmu, dan
pamanmu” aku mengerutkan dahi
“Maksud bunda?” tanyaku penasaran
“Iya, bunda sayang mereka, karena bunda ndak mau mereka menanggung dosa bunda yang telah
membuka aurat selama ini” jawab bunda sendu
“Alhamdulillah, akhirnya bunda paham apa yang aku bicarakan selama ini”
“Ya sudah ayo, bantu bunda pilihkan jilbab” ucap bunda membelai kepalaku.
“Siap bun!” jawabku tegas.
Tak kusangka bahwa bunda juga mau berubah. Semenjak itu, bunda mengundurkan diri
dari perusahannya yang menyita hampir dua puluh empat jam waktu bunda. Bunda akhirnya
memutuskan untuk bekerja membantu bibi diusaha cateringnya, sehingga bunda masih bisa
mengurus rumah dan juga memberikan perhatiannya pada mas Farid, ayah, juga padaku. Ah,
memoriku terulang juga ketika ayah mengajak kami semua sholat berjama’ah lagi. Karena sudah
bertahun-tahun kami tidak sholat berjama’ah, yah karena mereka sibuk dengan urusan masing-
masing. Aku hanya teringat sekilas saat kami terakhir kalinya sholat berjama’ah sebelum ayah
mengajak kami waktu itu. Saat aku masih di Taman Kanak-kanak, setelah aku duduk di bangku
Sekolah Dasar, mereka sudah tidak sehangat dulu lagi. Memang sepele hanya sholat berjama’ah,
tapi bagiku itu sangat berharga, Dan sekarang aku mulai merasakan arti ‘keluarga’ yang
sebenarnya. Siapa sangka jika semua itu berawal dari persahabatanku dengan mbak Nisa.
“Terima Kasih atas partisipasi adik-adik sekalian. Dan sekali lagi selamat bagi pemenang lomba
da’i muda. Semoga kalian selalu ada dalam dekapan-Nya.Untuk yang terakhir, terima kasih kami
ucapkan kepada kakak-kakak kelas tiga yang sudah berjihad, memperjuangkan Rohis kita, terima
kasih atas kepercayaan yang telah kakak sekalian berikan kepada kami. Kami pengurus baru juga
masih perlu bimbingan kakak-kakak. Semoga kami dapat menjalankan amanah dengan baik
Akhirul Kalam Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh” penutupan acara oleh Fikri
selaku ketua panitia acara lomba ini dan juga ketua Rohis yang baru menggema di seluruh aula.
Tak terasa acara lomba antar SMP dan pelepasan pengurus lama baru saja selesai dengan
lancar, meskipun banyak kendala yang datang. Entah kekurangan peserta, dana, ataupun hal-hal
lainnya. Dan tak sangka juga, hari ini adalah pelepasan bagi pengurus kelas tiga karena sebentar
lagi mereka akan lulus. Termasuk mbak Nisa, mbak Rarah, mas Riza,mas Fuqon dan kakak-
kakak yang lain. Aku pun membantu mbak Nisa beres-beres. Tapi tak tau kenapa mataku justru
menatap Fikri yang tengah berbincang dengan mas Riza. Ah, hatiku mulai bergetar lagi. Aku
menyimpan rasa pada Fikri.
“Firda sayang, jaga pandangan dek” bisikan mbak Nisa membuyarkan lamunanku
“Astaghfirullahal’adzim. Maaf mbak” jawabku menunduk malu
“Jangan minta maaf sama mbak, minta maaf sama Allah dan matamu karena sudah zina mata”
Ucap mbak Nisa menyinggungku pelan. Aku paham mbak Nisa bermaksud mengingatkanku.
“Iya mbak. Tapi mau bagaimana lagi jika hati sudah tidak bisa menahan lagi”
“Istighfar dek, Allah menyuruh kita untuk menutup aurat agar laki-laki bisa menundukkan
pandangannya, agar mereka tidak bernafsu dengan kita. Nah masa kita kalah dengan mereka
yang sudah menjaga pandangan? Allah sudah menentukan waktu yang tepat kok dek. Sabar saja”
“Terus gimana dong mbak biar bisa menjaga pandangan juga menjaga perasaan kita?”
“Sering istighfar dan ingat bahwa dia bukan mahrom kamu, kalau memang rindu titipkan dalam
lantunan doamu. Curahkan semuanya sama Allah”
“Ih, mbak kok jawabnya serius banget sih? Pengalaman ya mbak?” godaku
“Apaan sih dek, udah ini bantuin mbak” jawabnya malu.
“Hehe, iya deh mbak aku bantuin sini” akupun membantu mbak Nisa memasukkan semua
barang-barang Rohis kedalam ruang sekretariatan.
“Oh iya Fir, ini dari mbak” ujarnya seraya memberiku sebuah amplop
“Apa ini mbak?”
“Udah, dibaca di rumah aja”
“Hmmm, oke mbak”
Semuanya sudah bersih, evaluasi juga sudah kami lakukan. Sekarang kakak-kakak
berpamitan kepada kami semua. Tentu saja para akhwat sudah berluluran air mata. Karena
banyak kenangan indah yang telah kami lewati bersama. Suka dan duka tidak lepas dari setiap
perjuangan kami. Memang jihad kami tidak seperti zaman peperangan Rasulullah, tapi bagi
kami, sekarang adalah Jihad mengajak kepada kebaikan dengan kajian-kajian yang kami adakan
dan juga salah satunya kegiatan lomba da’i yang baru saja kami adakan. Aku mendoakanmu
kakak-kakak, semoga langkah kalian selalu berada dalam ridho-Nya.
“Shodaqallahul’adzim”Setelah kututup mushaf ini, aku melihat sebuah amplop pemberian mbak
Nisa tadi. Akupun membukanya ternyata sebuah surat
Kepada adikku Firda
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Tak terasa ya mbak udah mau lulus, kamu juga sudah jadi pengurus. Mbak hanya ingin
mengucapkan banyak maaf sama kamu dek, mbak sering menyinggungmu, mbak sering
menyindirmu, kata-kata mbak sering nyakitin hati kamu. Tapi mbak lakukan itu karena mbak
sayang sama kamu dek. Mbak ingin kamu selalu di jalan yang benar. Saat pertama kali mbak
kenal kamu, mbak ngerasa bahwa mbak harus membantumu. Terima kasih sudah menjadi
bagian dari kenangan indah mbak selama menuntut ilmu. Terima kasih sudah membuat mbak
ngerasa jadi orang yang berharga. Mbak nitip Zahra juga ya. Heheh. Oh ya awas lho, tetep jaga
pandangan sama Fikri, jangan malah curi-curi pandang saat mbak gak ngingetin. Tetep jaga
hatimu dek, pasti ada waktunya kok. Jangan mudah marah lagi, ingat Allah sayang sama orang
sabar. Tetep istiqomah memakai jilbabnya. Jangan sampai di lepas. Jaga amanah mbak di
Rohis. Perjuangankanlah Rohis kita. Mbak rasa, udah banyak banget ini isi surat. Sekian dulu
ya dek Firda. Mbak menyayangimu karena Allah. Ukhibuki Fillah. Jaga ukhuwah ini ya dek.
Butiran bening dari pelupuk matakupun jatuh. Bahkan sudah mengalir dengan deras.
Pasti mbak, aku juga menyayangimu karena Allah, aku akan menjaga genggaman ukhuwah ini.
“Firda, sayang ayo makan malam nak” kudengar bunda memanggilku
“Iya, bun” jawabku lalu kuhapus air mataku ini. Lalu lipat surat dari mbak Nisa dan kusimpan di
buku harianku.
Berawal dari siraman air hati yang menumbuhkan tanaman hijau nan subur, akarnya yang
mengakar erat di hati, batangnya yang berdiri kokoh menahan terpaan angin, daunnya yang
rimbun menyejukkan, bunganya yang wangi penuh aroma keharuman, dan buahnya yang ranum
dan manis. Itulah segenggam ukhuwah
Lembaran Baru~
“Bren, beneran deh coba dulu baca buku ini”. Ujar Syeila teman dekatku.
“Apaan sih La, jangan maksa dong. Kalo gueu bilang enggak ya enggak”. Jawabku kesal. Siapa yang tidak
kesal jika ada yang memaksa kehendak kita.
“Loe nyesel deh gak baca buku ini bagus banget tau gak”
“Iya, gara-gara loe baca buku ini loe jadi hijaban gak jelas kaya gini, jadi sok alim”
“Ya Allah Brenda, justru ini perubahan baik Bren” jelasnya lembut
“ENGGAK!” sergahku lalu beranjak dari kelasku ini.
Aku memang bukan seorang gadis yang lemah lembut ataupun kalem. Aku gadis yang kasar,
pemarah, tidak sabaran. Sedangkan tadi adalah sahabatku. Ah bukan, hanya teman dekat. Semenjak aku
duduk di bangku SMA hanya dia yang berani berteman denganku. Dan saat ini dia tengah berubah
drastis hanya karena satu buku yang di temukannya di perpustakaan. Dulu dia adalah gadis yang suka
berpesta pora, pergaulan bebas dengan teman laki-laki, aku juga masuk dalam pengaruhnya. Tapi
sekarang dia memakai jilbab, membatasi pergaulannya dengan teman laki-laki, dan juga rajin beribadah.
Padahal dulu dia jarang sekali sholat. Sejujurnya aku juga seperti itu. Aku anak liar, orang tuaku juga
bukan keluarga agamis. Setiap aku pulang sekolah ayah dan ibuku tidak ada di rumah, mereka terlalu
sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Dan aku juga hanya seorang anak tunggal dari keluarga
yang lebih dari kecukupan ini.
Sudah biasa aku datang ke tempat-tempat diskotik pinggiran kota setiap malam, dengan siapa
lagi jika tidak dengan Syeila. Tetapi mulai seminggu yang lalu dia menjadi kutu buku yang sudah
kecanduan dengan buku satu itu. Dan akhirnya yang membuatku heran dia langsung memakai Jilbab ke
sekolah tadi pagi. Aku sangat heran, kesambet apa dia bisa berubah seperti itu? Apa karena buku itu
yang membuatnya berubah. Ah entahlah aku terlalu malas berpikir tentang hal itu.
Akupun pulang ke rumah, membolos pelajaran terakhir. Karena Syeila sudah membuat moodku
hancur gara-gara pemaksaan tadi. Kurebahkan tubuhku di kasur empuk yang ada di kamarku ini. Ku raba
isi tasku bermaksud mengambil Handphoneku tapi kutemukan sesuatu yang ganjal. Sebuah kotak kado.
Akupun membukanya dan ternyata tanpa sepengetahuanku tadi Syeila memasukkan kotak kado ini yang
berisi buku yang di bacanya selama seminggu ini. Oke! Fine! Sekarang aku jadi penasaran dengan buku
ini, sebagus apa buku ini hingga membuat Syeila, si gadis pesta itu berubah. Kulihat cover bukunya
memang sudah menarih perhatian. Ungu muda yang mencolok. Hmm, baiklah mulai kubaca halaman
pertamanya. Tapi entah mengapa memang setiap kata yang ada di buku ini seperti menyihirku agar
terus membacanya. Aneh memang, tapi mataku tidak bisa berhenti membaca setiap kata yang ada di
buku ini. Visualnya pun juga tidak membuatku bosan, karena karikatur yang ada di dalamnya juga unik.
Ini buku yang unik. Ini buku dakwah tentang islam yang baru pertama kali aku baca seumur hidupku.
Buku ini menyanggah prasangkaku bahwa buku-buku islami itu sangat membosankan dan sangat
menggurui. Tapi buku ini tidak, anehnya saat aku membacanya aku merasa tersindir oleh kata-katanya
yang ‘jleb’. Dan siapa yang menyangka aku telah membaca habis buku ini sampai jam 8 malam. Dan apa
yang telah kubaca dalam buku ini membuatku penasaran dengan sang penulis. Aku mulai men’stalking’
akun twitternya. Dan ternyata dia sudah menulis banya buku. Entah makhluk apa yang merasukiku
sehingga membuatku ingin membeli buku-bukunya dan membaca buku-bukunya.
~Sebulan kemudian
Aku dan Syeila pulang dari sebuah kajian yang pematerinya adalah penulis yang bukunya kuburu
sebulan yang lalu. Siapa sangka dia datang ke kota kecil ini. Sangat beruntung aku dan Syeila bisa
menghadiri kajian itu. Ya, aku sudah berubah seperti Syeila, aku sudah membaca semua bukunya
sehingga membuatku berubah. Berawal dari buku itu, aku membuka lembaran baru. Buku itu, merubah
hidupku. Aku juga sering bertanya dengan penulis buku itu lewat akun twitternya. Dan seperti ini lah
diriku sekarang, berhijab. Dan aku tertarik untuk mempelajari agama islam lebih dalam lagi. Buku-buku
yang di tulis oleh penulis itu sudah mengubah pola pikirku terhadap agama islam. Setiap buku yang di
tulisnya membuatku ingin menjauhkan diriku dari lingkungan yang ada di sekitarku. Membuatku ingin
mendekatkan diriku dengan Sang pencipta. Membuatku sadar bahwa selama ini aku sangat jauh dari-
Nya. Meskipun dengan perubahanku yang seperti ini membuat orang tuaku heran, takut, marah. Ya
mereka takut bahwa aku masuk aliran sesat karena aku memakai jilbab. Mereka selalu menentangku
saat aku pergi ke sebuah kajian. Bahkan salah satu buku dari penulis itu yang kumiliki pernah di sobek
oleh ayahku. Keluargaku memang bukan keluarga yang agamis. Tapi aku yakin dengan setiap doa yang
kulalantunkan setiap malam, Allah akan memberi orang tuaku petunjuk. Aku yakin dengan setiap
lantunan ayat-Nya bisa menggetarkan hati orang tuaku.
“Aku pulang dulu ya Bren. Assalamu’alaikum”. Ucap Syeila
“Wa’alaikumsalam. Hati-hati ya Syeila!”.
Akupun segera masuk halaman rumah. Kulihat ada mobil, mungkin ada tamu. Akupun masuk
lewat pintu belakang. Segera kulangkahkan kakiku menuju kamar, tapi samar kulihat ada seorang wanita
berjilbab berada di dapur. Membuatku terheran, karena seingatku saudara jauh ataupun kerabat ayah
dan ibu jarang ada yang berjilbab.
“Brenda! Ke sini Nak!”
Belum sempat aku menghampiri wanita itu, ayah sudah memanggilku dari ruang tamu. Aku pun
segera menuju ruang tamu. Betapa terkejutnya aku melihat tamu yang datang.
“Ustadz?!”
The End
“Apaan sih La, jangan maksa dong. Kalo gueu bilang enggak ya enggak”. Jawabku kesal. Siapa yang tidak
kesal jika ada yang memaksa kehendak kita.
“Loe nyesel deh gak baca buku ini bagus banget tau gak”
“Iya, gara-gara loe baca buku ini loe jadi hijaban gak jelas kaya gini, jadi sok alim”
“Ya Allah Brenda, justru ini perubahan baik Bren” jelasnya lembut
“ENGGAK!” sergahku lalu beranjak dari kelasku ini.
Aku memang bukan seorang gadis yang lemah lembut ataupun kalem. Aku gadis yang kasar,
pemarah, tidak sabaran. Sedangkan tadi adalah sahabatku. Ah bukan, hanya teman dekat. Semenjak aku
duduk di bangku SMA hanya dia yang berani berteman denganku. Dan saat ini dia tengah berubah
drastis hanya karena satu buku yang di temukannya di perpustakaan. Dulu dia adalah gadis yang suka
berpesta pora, pergaulan bebas dengan teman laki-laki, aku juga masuk dalam pengaruhnya. Tapi
sekarang dia memakai jilbab, membatasi pergaulannya dengan teman laki-laki, dan juga rajin beribadah.
Padahal dulu dia jarang sekali sholat. Sejujurnya aku juga seperti itu. Aku anak liar, orang tuaku juga
bukan keluarga agamis. Setiap aku pulang sekolah ayah dan ibuku tidak ada di rumah, mereka terlalu
sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Dan aku juga hanya seorang anak tunggal dari keluarga
yang lebih dari kecukupan ini.
Sudah biasa aku datang ke tempat-tempat diskotik pinggiran kota setiap malam, dengan siapa
lagi jika tidak dengan Syeila. Tetapi mulai seminggu yang lalu dia menjadi kutu buku yang sudah
kecanduan dengan buku satu itu. Dan akhirnya yang membuatku heran dia langsung memakai Jilbab ke
sekolah tadi pagi. Aku sangat heran, kesambet apa dia bisa berubah seperti itu? Apa karena buku itu
yang membuatnya berubah. Ah entahlah aku terlalu malas berpikir tentang hal itu.
Akupun pulang ke rumah, membolos pelajaran terakhir. Karena Syeila sudah membuat moodku
hancur gara-gara pemaksaan tadi. Kurebahkan tubuhku di kasur empuk yang ada di kamarku ini. Ku raba
isi tasku bermaksud mengambil Handphoneku tapi kutemukan sesuatu yang ganjal. Sebuah kotak kado.
Akupun membukanya dan ternyata tanpa sepengetahuanku tadi Syeila memasukkan kotak kado ini yang
berisi buku yang di bacanya selama seminggu ini. Oke! Fine! Sekarang aku jadi penasaran dengan buku
ini, sebagus apa buku ini hingga membuat Syeila, si gadis pesta itu berubah. Kulihat cover bukunya
memang sudah menarih perhatian. Ungu muda yang mencolok. Hmm, baiklah mulai kubaca halaman
pertamanya. Tapi entah mengapa memang setiap kata yang ada di buku ini seperti menyihirku agar
terus membacanya. Aneh memang, tapi mataku tidak bisa berhenti membaca setiap kata yang ada di
buku ini. Visualnya pun juga tidak membuatku bosan, karena karikatur yang ada di dalamnya juga unik.
Ini buku yang unik. Ini buku dakwah tentang islam yang baru pertama kali aku baca seumur hidupku.
Buku ini menyanggah prasangkaku bahwa buku-buku islami itu sangat membosankan dan sangat
menggurui. Tapi buku ini tidak, anehnya saat aku membacanya aku merasa tersindir oleh kata-katanya
yang ‘jleb’. Dan siapa yang menyangka aku telah membaca habis buku ini sampai jam 8 malam. Dan apa
yang telah kubaca dalam buku ini membuatku penasaran dengan sang penulis. Aku mulai men’stalking’
akun twitternya. Dan ternyata dia sudah menulis banya buku. Entah makhluk apa yang merasukiku
sehingga membuatku ingin membeli buku-bukunya dan membaca buku-bukunya.
~Sebulan kemudian
Aku dan Syeila pulang dari sebuah kajian yang pematerinya adalah penulis yang bukunya kuburu
sebulan yang lalu. Siapa sangka dia datang ke kota kecil ini. Sangat beruntung aku dan Syeila bisa
menghadiri kajian itu. Ya, aku sudah berubah seperti Syeila, aku sudah membaca semua bukunya
sehingga membuatku berubah. Berawal dari buku itu, aku membuka lembaran baru. Buku itu, merubah
hidupku. Aku juga sering bertanya dengan penulis buku itu lewat akun twitternya. Dan seperti ini lah
diriku sekarang, berhijab. Dan aku tertarik untuk mempelajari agama islam lebih dalam lagi. Buku-buku
yang di tulis oleh penulis itu sudah mengubah pola pikirku terhadap agama islam. Setiap buku yang di
tulisnya membuatku ingin menjauhkan diriku dari lingkungan yang ada di sekitarku. Membuatku ingin
mendekatkan diriku dengan Sang pencipta. Membuatku sadar bahwa selama ini aku sangat jauh dari-
Nya. Meskipun dengan perubahanku yang seperti ini membuat orang tuaku heran, takut, marah. Ya
mereka takut bahwa aku masuk aliran sesat karena aku memakai jilbab. Mereka selalu menentangku
saat aku pergi ke sebuah kajian. Bahkan salah satu buku dari penulis itu yang kumiliki pernah di sobek
oleh ayahku. Keluargaku memang bukan keluarga yang agamis. Tapi aku yakin dengan setiap doa yang
kulalantunkan setiap malam, Allah akan memberi orang tuaku petunjuk. Aku yakin dengan setiap
lantunan ayat-Nya bisa menggetarkan hati orang tuaku.
“Aku pulang dulu ya Bren. Assalamu’alaikum”. Ucap Syeila
“Wa’alaikumsalam. Hati-hati ya Syeila!”.
Akupun segera masuk halaman rumah. Kulihat ada mobil, mungkin ada tamu. Akupun masuk
lewat pintu belakang. Segera kulangkahkan kakiku menuju kamar, tapi samar kulihat ada seorang wanita
berjilbab berada di dapur. Membuatku terheran, karena seingatku saudara jauh ataupun kerabat ayah
dan ibu jarang ada yang berjilbab.
“Brenda! Ke sini Nak!”
Belum sempat aku menghampiri wanita itu, ayah sudah memanggilku dari ruang tamu. Aku pun
segera menuju ruang tamu. Betapa terkejutnya aku melihat tamu yang datang.
“Ustadz?!”
The End
Minggu, 15 Februari 2015
First Love? I'll Wait It
Seorang gadis berkerudung dan berseragam putih abu-abu
sedang berlari dari rumahnya menuju terminal bus, jam tanganya menunjukkan
pukul 06.30 pagi, sebentar lagi gerbang sekolahnya akan ditutup. Dan bus yang
akan ditumpanginyapun akan berangkat. “Pak! Tunggu pak sebentar” teriak gadis
itu dan akhirnya dia bisa menaiki bus kota itu. Sesampainya disekolah pintu
gerbangnya sudah dtutup, dia terlambat,. Tak hanya dia saja yang datang
terlambat ternyata ada 5 orang pelajar lainnya.
“tumben telat neng? Biasanya
disiplin.” Tanya satpam yang sudah hafal dengan gadis itu.
“sepatu saya jebol pak, tadi
jahit sepatu dulu”jawab gadis bernama Zahra tersebut.
“ini masnya juga kenapa telat
mas? Biasanya pagi-pagi dateng langsung ke
kelapangan basket?” Tanya satpam pada sosok laki-laki tinggi di sebelah
gadis tadi
“kesiangan pak hehe tadi malem
lembur tugas” jawab laki-laki itu
“semuanya! Silahkan lakukan
peregangan, dan lari-lari keliling sekolah sebanyak 2 kali. Cepat!” Suara keras
dan tegas guru ketertiban mengiang ditelinga kelima siswa itu.
“aduh, kenapa harus lari sih gak tau apa ini
sepatu baru aja di jahit” keluh Zahra dan terdengar oleh telinga sosok
laki-laki tinggi itu.
“nih, pakek sepatu gue, tadi
gue bawa sepatu di tas, agak kebesaran sih di kaki loe, tapi mendingan dari
pada loe harus pakek sepatu itu.”kata laki-laki itu sambil menyerahkan sepatu
yang baru saja diambilnya ditas.
“udah gak papa kok, urusin
diri loe sendiri aja” ucap Zahra cuek lalu berlari memulai hukumannya.
“langka nih cewe cuek banget,
gak tau terima kasih lagi” ucap laki-laki itu dalam hati
Zahra
memang jarang terlambat, dia gadis yang disiplin,gadis yang ekspresif dan
mempunyai kepribadian ceria juga optimis. Tapi sayangnya, dia tidak ramah
terhadap semua siswa laki-laki disekolanya semenjak dia masuk sekolahnya sampai
sekarang dia kelas 2 SMA. Sedangkan sosok laki-laki yang terlambat disebelahnya
adalah kapten basket di SMA ternama itu. Dia adalah pemuda yang penuh semangat membara
saat berada dilapangan basket, entah itu hanya latihan ataupun saat
pertandingan. Setiap pertandingan yang dia ikuti selalu dimenangkannya.
Teng-teng-teng Bel
istirahatpun berbunyi.
“Ra! Loe kok bisa telat sih, jarang loh
seorang Zahra telat. Nih tadi catetan matematikanya, PRnya juga jangan lupa hal
112 bab VI Pertidaksamaan fungsi “ ucap Iren sahabat Zahra sejak SMP sambil
menyerahkan buku tulis ditangannya.
“iya nih, sepatu jebol gara-gara
gue lari-lari cari berita kemaren Ren, ya udah deh baru tadi pagi gue jahit, eh
by the way thanks a lot ya Ren loe emang sahabat terbaik gue” jawab Zahra sambil
memeluk Iren
“biasa aja kali Ra, oh ya tadi
loe dihukum sama kak Fikri yah?” Tanya Iren
“si kapten basket itu yah?”
“iya Ra, Kak Fikri Reynaldi kelas
XII IPA 2 itu loh” jawab Iren heboh
“emang kenapa tanya-tanya? loe
naksir dia?”
“enggak juga sih, Cuma heran
aja, gak biasanya juga dia telat”
“terus kenapa? Masalah buat
gue?”
“Ya Ampun Ra, dia itu kapten basket yang gak pernah kalah dalam pertandingan basket. Loenya sih itu cuek banget sama cowo. Sesekali senyum kek, nyapa kek, senyum itu ibadah lho Ra!”
“biarin, terserah gue dong lagian gue gak mau tebar pesona”
“Ya Ampun Ra, dia itu kapten basket yang gak pernah kalah dalam pertandingan basket. Loenya sih itu cuek banget sama cowo. Sesekali senyum kek, nyapa kek, senyum itu ibadah lho Ra!”
“biarin, terserah gue dong lagian gue gak mau tebar pesona”
“Ya ampun Ra, apa salahnya
cuma nyapa ato gak senyum gitu aja. Itu bukan tebar pesona Ra”
“udah ah yuk kekantin gue laper nih”ucap Zahra
sebal dan langsung menarik tangan Iren pergi dari kelas. Tetapi nada getar di
handphone Zahra menghentikan langkahnya.
“Bentar Ren, ada sms nih”ucap
Zahra pada Iren.
-Dari : P. Hen PimRed(Pimpinan
Redaksi)
‘Zahra, berita kemarin segera
kirim ke email bapak ya, oh ya besok juga ada pertandingan Basket tingkat
provinsi, tolong ya besok kamu liput beritanya di Lapangan Kota. Kita
mengandalkanmu Ra! Thanks’ tulisan sms dilayar handphon Zahra tersebut.
Zahrapun segera membalasnya dengan menyanggupi tugas tersebut lalu melanjutkan
rencana pergi ke kantin dengan Iren.
Priit
Suara peluit wasit yang terdengar nyaring diseluruh
lapangan. Zahra sudah stand by disana memotret setiap gerakan para pemain. Si
Kapten Basket Fikri sudah memberi banyak skor dengan jump shoot dan set shootnya.
Tentu saja itu sangat mudah baginya dengan postur tubuh yang tinggi. Mata Zahra
tertuju pada sosok yang tengah melakukan crossover dribble itu. Ya, baru
pertama kali Zahra melihat pertandingan Basket secara langsung, karena sebelumnya
dia hanya melihatnya ditelevisi.
Tidak heran jika memang image Kapten Basket Fikri
sangat kuat. Lay-up shoot terakhir yang telah dilakukan oleh Fikri sudah
menjadi penentu kemenangan Tim Basketnya. ‘It’s interview time!’ kata Zahra
dalam hati. Beginalah kegiatan Zahra saat dia meliput berita. Dia sangat senang
menulis dan memotret. Hasil olahan berita yang dia tulis sering menjadi
headline majalah sekolahnya, hasil potretannya pun juga tidak perlu diragukan
lagi. Karena itulah dia menjadi andalan tim jurnalistik sekolahnya. Tetapi,
dengan kebiasaannya yang tidak ramah terhadap laki-laki, itulah yang sering
membuat narasumber tidak nyaman. Tapi tidak dengan Fikri selaku kapten basket
yang tengah diwawancarainya sekarang. Dia menjawab semua pertanyaan Zahra
dengan santai, detail, dan tentunya tetap tersenyum ramah kepada Zahra. Sejak
mendapat penolakan pertolongan dari Zahra kemarin, Fikri merasa ada yang
janggal dalam dirinya. Karena dia merasa bahwa spesies bernama Zahra itu langka
dan jarang dia temui. Tidak biasanya seorang gadis cuek, tatpi memilih menjadi
wartawati sebagai hobinya. Bukankah itu unik?. Itulah yang adal dalam pikiran
Fikri.
Sepulang dari wawancara tadi Zahra mampir ke took
buku, untuk membeli novel terbaru penulis favoritnya Robert Galbraith. Novel
itu baru dirilis 2 hari yang lalu. Diapun bertanya pada pegawainya
“mbak, novelnya Robert
Galbraiths udah adakan?” Takdisangka ada seorang laki-laki yang juga menanyakan
hal yang sama pada pegawai took buku itu. Sosok itu adalah Fikri yang juga baru
pulang dari pertandingan tadi.
“Loh! Loe kok nyari novel itu?
Loe fansnya Robert Galbraith yah?” Tanya Fikri.
“Iya emang, gue lagi nyari
novel The Cuckoo’s Calling”
“The Cuckoo’s Calling” ucap
mereka berbarengan. Disinilah Zahra menemukan kecocokan antara dirinya dan
Fikri.
“Gue gak nyangka Kapten Basket kaya loe suka baca novel juga, gue kira loe Cuma latihan di lapangan aja.” Ucap Zahra
“Gue gak nyangka Kapten Basket kaya loe suka baca novel juga, gue kira loe Cuma latihan di lapangan aja.” Ucap Zahra
“haha emang kapten basket gak
boleh baca novel?”
“boleh aja sih, eh by the way
sekali lagi congrats ya for the winning captain ”
“biasa aja kali, gak usah
panggil kapten, panggil aja kak Fikri, kan gue lebih tua”
Dengan perckapan itulah, mereka semakin dekat, ya
pembicaraan mereka mengalir begitu saja. Tanpa mereka sadari ada sebuncah
perasaan yang tumbuh di hati mereka. Kini Zahra juga bukan ‘ratu’ cuek lagi.
Fikri lah yang memberikan pengertian kepadanya. Bahwa senyum tidak hanya
sekedar ibadah, tapi dengan senyum juga kita mendapatkan kebahagiaan.
Zahra tidak merasa bahwa semakin hari dirinya semakin
dekat dengan Fikri, dia juga tidak menyadari bahwa sebentar lagi dia akan
berpisah dengan Fikri. Karena tentu saja Fikri harus melanjutkan pendidikannya
ke Perguruan tinggi. Tetapi kini dia menyadari satu hal bahwa Fikri adalah
cinta pertamanya, dengan memberubahnya menjadi sosok yang ramah. Yah meskipun
Zahra belum mengerti apa arti cinta pertama yang sesungguhnya.
“eh, Ren!, loe tau gak apa sih
cinta pertama itu?”Tanya Zahra pada Iren.
“ciee.. kenapa emangnya Ra?
Loe lagi jatuh cinta?”
“udahlah jawab aja Ren”
“hmm kalo menurut gue, cinta
pertama tuh, dimana loe punya perasaan yang mendalam untuk pertama kalinya, persaan
sakit yang pertama kalinya. Banyak yang bilang sih kalo cinta pertama itu gak
akan pernah happy ending, meskipun cinta pertama gak pernah mati, alias loe gak
akan lupa sama cinta pertama loe. ”
“oh oke, makasih ya Ren!”
jawab Zahra. Segera dia mengirim sms kepada Fikri kalau dia ingin bertemu,
sebelum akhirnya mereka benar-benar berpisah. Karena besok adalah hari
kelulusan. Merekapun bertemu di taman sekolah.
“Ra, gue mau bilang sesuatu ke
elo dulu” ucap Fikri
“”iya kak! Gak papa kok lanjut
aja”
“tunggu gue Ra, Gue minta loe sabar nunggu gue. Mungkin ini konyol bagi loe, tapi gue ngerasa kalo hati gue harus bilang ini ke loe. Gue jatuh cinta sama loe, tapi gue gak mau kita jalanin hubungan yang gak pasti. Karna gue takut bakalan kandas. Gue tau ini egois, tapi cuma satu aja cukup permintaan gue. tunggu gue.”ucap Fikri memandang Zahra serius.
“tunggu gue Ra, Gue minta loe sabar nunggu gue. Mungkin ini konyol bagi loe, tapi gue ngerasa kalo hati gue harus bilang ini ke loe. Gue jatuh cinta sama loe, tapi gue gak mau kita jalanin hubungan yang gak pasti. Karna gue takut bakalan kandas. Gue tau ini egois, tapi cuma satu aja cukup permintaan gue. tunggu gue.”ucap Fikri memandang Zahra serius.
Tak terasa air mata Zahra mengalir.
Keduanya saling diam, meskipun Zahra masih dengan isakan kecilnya.
“gue tunggu elo kak pasti”
jawab Zahra memecah keheningan.
~10 tahun kemudian.
Hari yang mendung menghalangi kegiatan sosok wanita
yang sedang menyiapkan resepsi pernikahan di ruang terbuka itu. Sosok itu
adalah Zahra, dia sudah menjadi Ketua Event Organizer yang sangat terkenal di
Tangerang. Dia tengah disibukkan dengan pesanan dekorasi resepsi pernikahan.
“Mbak Zahra, ini kita selesaikan saja, mbak ke kantor saja, karena sudah ada klien yang nunggu mbak” ucap salah satu pegawainya
“Mbak Zahra, ini kita selesaikan saja, mbak ke kantor saja, karena sudah ada klien yang nunggu mbak” ucap salah satu pegawainya
“oke, buruan ya ntar keburu
hujan.”jawab Zahra lalu pergi ke kantornya dan sudah ada sosok pria dengan
postur tingginya dan dengan setelan jas rapi. Memang klien itu adalah CEO
perusahaan Swasta yang sudah melejit kesuksesannya. Fikrilah klien itu.
“Zahra! I’m back!” ucap Fikri
menyambut Zahra yang baru masuk kantornya.
“Kak Fikri!” jawab Zahra
girang
“Gue tau ini terlalu mendadak,
tapi Will you marry me?” Tanya Fikri.
_The
End_
Senin, 11 Agustus 2014
Inilah Keputusanku~
Bismillahirrohmaniirohim...
Rasa Syukurku kepada-Nya yang telah memberiku hidayah yang sangat berharga ini.
Seuntal perbuatan 'haram' yang telah kita jalani dulu maafkan diriku yang telah mengambil keputusan itu
telah kutemukan tobat baruku, pencerahan dalam diriku
Dia....
Dzat yang ingin kujadikan kekasih saat ini, Dia yang tak bisa dibandingkan denganmu.
Dia yang Maha Berkehendak, Dia yang Maha Penyayang, Dia yang Maha Mencintai.
Maafkan aku, karena aku sadar akan apa yang telah kita perbuat dulu adalah segumpal perbuatan yang di benci-Nya.
Dulu aku yang masuk ke dalam jurang yang sangat jauh dari-Nya, sekarang aku yang berusaha keluar dari jurang itu dan mendaki untuk dapat menjadi hamba yang di cintai-Nya.
Dia yang akan selalu ada di sisiku, bagaimanapun keadaanku.
Maafkan diriku karena keputusan itu, karena aku takut, Dia marah dan murka dengan seuntal perbuatan 'haram' kita.
Sungguh benar-benar tak ada artinya perjalanan hidupku jika hanya karena seuntai tali hubungan 'haram' itu. Aku sangat berharap kau paham, dan mengerti maksudku.
Sekarang, aku adalah masinis yang membawa rangkaian jiwaku.
Aku membawa masa depanku kelak~
Akhi~ Rocehan taubat belum terputus, masih ada kesempatan bagimu untuk kembali pada-Nya.
Aku yakin, Dia sudah merencanakan masa depan indah bagi diri kita masing-masing, asalkan kau juga ingin menjadikan-Nya kekasihmu.
Yakinlah, Allah pasti akan mempertemukan seorang hamba-Nya yang sholeh dengan yang sholehah, dan begitu juga sebaliknya.
Do'aku masih menyertaimu~
Buku itu, menjadi alasan utuhku.
Masukilah dunia buku itu, agar kau mengerti semua ini :')
Agar hatimu kembali suci, dan aku berharap kita dapat menjaga kesucian hati masing-masing.
Terima kasih atas semuanya~ :')
#mine
#hijrah
#toolatepost
5 Desember 2013
Rasa Syukurku kepada-Nya yang telah memberiku hidayah yang sangat berharga ini.
Seuntal perbuatan 'haram' yang telah kita jalani dulu maafkan diriku yang telah mengambil keputusan itu
telah kutemukan tobat baruku, pencerahan dalam diriku
Dia....
Dzat yang ingin kujadikan kekasih saat ini, Dia yang tak bisa dibandingkan denganmu.
Dia yang Maha Berkehendak, Dia yang Maha Penyayang, Dia yang Maha Mencintai.
Maafkan aku, karena aku sadar akan apa yang telah kita perbuat dulu adalah segumpal perbuatan yang di benci-Nya.
Dulu aku yang masuk ke dalam jurang yang sangat jauh dari-Nya, sekarang aku yang berusaha keluar dari jurang itu dan mendaki untuk dapat menjadi hamba yang di cintai-Nya.
Dia yang akan selalu ada di sisiku, bagaimanapun keadaanku.
Maafkan diriku karena keputusan itu, karena aku takut, Dia marah dan murka dengan seuntal perbuatan 'haram' kita.
Sungguh benar-benar tak ada artinya perjalanan hidupku jika hanya karena seuntai tali hubungan 'haram' itu. Aku sangat berharap kau paham, dan mengerti maksudku.
Sekarang, aku adalah masinis yang membawa rangkaian jiwaku.
Aku membawa masa depanku kelak~
Akhi~ Rocehan taubat belum terputus, masih ada kesempatan bagimu untuk kembali pada-Nya.
Aku yakin, Dia sudah merencanakan masa depan indah bagi diri kita masing-masing, asalkan kau juga ingin menjadikan-Nya kekasihmu.
Yakinlah, Allah pasti akan mempertemukan seorang hamba-Nya yang sholeh dengan yang sholehah, dan begitu juga sebaliknya.
Do'aku masih menyertaimu~
Buku itu, menjadi alasan utuhku.
Masukilah dunia buku itu, agar kau mengerti semua ini :')
Agar hatimu kembali suci, dan aku berharap kita dapat menjaga kesucian hati masing-masing.
Terima kasih atas semuanya~ :')
#mine
#hijrah
#toolatepost
5 Desember 2013
The Final Dream
Once upon a time on East Java, there was a boy named Furqon. He
lived with his parents and his younger sister, Zahra. Furqon was not
rich. His father was only a farmer. He was not very smart, but he was
really diligent, kind, religious, and he liked to work hard. He had a
wonderful dream : He wanted to make his family proud of him.
One morning, he went to school with his sister Zahra. They studied at the same school, at the Islamic Senior High School. Furqon was in the XII grade, and Zahra was in the X grade. When he arrived at his class, he found a brochure. It was about a science competition. Actually, Furqon was not talented in science but he was interested in that competition. Fikri, his best friend, came by.
“what are you looking at?” Fikri said
“Nothing, just a brochure “ answered Furqon.
“Wooohhoo… A Science Competition?Are you interested in that competition?” asked Fikri.
“Hmm… I don’t know, maybe” Furqon said
“Really? Ha ha! You? Join A Science Competition? Chemistry? Physics? Biology? I don’t think so. You are not great in science,” Fikri mocked
“Why? Nothing is impossible, right? Remember, Man Jadda Wa Jadda!” answered Furqon
“Okay.. okay.. I believe in you, nothing’s impossible in this world, however it will be difficult for you,” said Fikri
“But I still believe in you , I will support you! You can ask Alsya to teach you about science” Fikri leased.
“What? I don’t like her” Furqon objected
“Heeyyy, don’t lie to me, I know it from your eyes when you look at her”
“Okay! You’re right, but it is asecret, you know!” said Furqon sheepishly
Alsya was Furqon’s classmate. Furqon liked her since XI grade, but he didn’t want to have a relationship with a girl. He wanted to focus on his studies, and he believed that Allah had a plan for him. But Alysa was really great in science.
The next morning, Furqon looked for more information about the competition. It would be held on 24th April 2014, in two months. He still had a lot of time to prepare. He asked his science teacher to guide him, but his teacher didn’t wanted to help him because his teacher wasn’t sure that Furqon had the ability. Furqon felt so disappointed. Almost none of his classmates thought he could do it, even though he was diligent.
Furqon walked around by himself in the school garden. “Why? Why almost does everyone doubt my ability?! I must prove everyone wrong. I Will Show I Can Do It!!” he said to him self. “Yeah! You Can Do It!! I know!” Somebody said
Suddenly, Zahra approached him.
“ Zahra? How did you know about this?” asked Furqon
“Hehe Fikri told me, I trust you, my big brother! I believe nothing’s impossible, remember how we were able to enter this school ? How we are able to study at this wonderful school?” Zahra encouraged him.
“Yeah, I remember , Zahra, Thank God…… Alhamdulillah both of us got a scholarship. Thanks, my lovely sister, I will show them that I can do it ” Furqon smiled.
“Great, this is my real brother. Make our parents proud. Nothing’s impossible if Allah wills it” Zahra said.
Furqon told his parents about the competition and his obstacles, and his parents supported him, too. “Show them my son! I know you can do it! You can be the winner!” His father said. “We always support and pray for you, Furqon” said his mother.
The next day, when Furqon walked to the Library to borrow some science books, he felt so dizzy. Furqon looked pale. Fikri saw him and ran to his best friend. He asked him to take a rest, but Furqon objected. Suddenly, he fainted. Fikri and Zahra took him to the hospital. When he woke up, he overheard the doctor said something in secret to Zahra and Fikri. He didn’t believe what the doctor said.
On their way home, Furqon asked them.
“I s what the doctor said true?” asked Furqon.
“You heard that?” Zahra asked
“So, it’s true, Zahra. Fikri, Is the doctor serious?! Astaghfrullahal’adzim Ya Allah ” said Furqon, tears coming into his eyes.
Zahra just kept silent. She was crying. Fikri hugged Furqon.
“Zahra, don’t tell this to mother and father,” said Furqon.
“Why? I must tell them, so you can heal,” Zahra wiped her tears.
“No, I don’t wanna make them worried and sad,” objected Furqon.
Zahra ran to her brave brother and hugged him tightly. “But promise me, you’ll be okay,” Zahra cried.
“I’ll be okay, sis. Allah has a plan for me.” Furqon also hugged her tightly and smiled.
After Zahra and Fikri knew about Furqon’s condition, they always encouraged him. Furqon studied harder for the science competition. Sometimes he asked Alysa to help him to prepare the material and all the things that he didn’t know. He had already studied about Bacterium, Cell, Digestive System, Propagation, Absorption, Abstraction, Aeration, Solidification, Force, Pressure, Tangent, Strength, Velocity and many others topics .
When he was going home he saw his science’s teacher took something at the roof with the stair.
“Be careful, sir the floor is slippery!” Furqon helped walked down the stair. After having helped his teacher, he then though by himself
“Don’t pretend as if you know well about physics, all people also know about that” he mocked Furqon
“If all people know, why don’t you hold the stair back?” asked Furqon.
“Ooh? I just.. forget… just go home” he answered awkwardly.
“Okay, be careful sir” Furqon left him. But the teacher fell down.
Furqon arrived at his home. He didn’t go home with Zahra as a usual, because Zahra went to home earlier. After he prayed, he felt dizzy again. He quickly closed his bedroom door. He felt so dizzy. “Ya Allah, let me live longer. Let me make my parents proud, let me give my parents the opportunty to make the pilgrimage to Mecca(hajj)” He cried. His nose was bleeding. And he fainted. Zahra was shocked when he came in to Furqon’s room. She cried, but she remembered what Furqon had said that she must hide this from their parents. She wiped Furqon’s blood away.
“Zahra? Where’s Furqon?” her mother called her. She quickly put Furqon to his bed and went out of his room.
“He’s sleeping mom, maybe he feels tired,” answered Zahra.
“Oh really? I thought he went somewhere. Okay, if he’s asleep, let him rest” Said her mother and left.
“Yes, mom, he’s sleeping in his room” Zahra shouted to make her mother not wrong, but she almost cried. She went back into Furqon’s room, and tried to wake him up. After about an hour, Furqon finally woke up and saw his sister praying in his room with blurry eyes because of crying. He called Zahra, and he told her that he was okay. He convinced her that he was fine.
One week later, Furqon went to the UKS, and he saw a sick student, who was having a hard time breathing. He had learned about this in the Red Cross. He helped the student sit down in a chair. He asked the student what happened. The student said that he inhaled the gas in the laboratory. Furqon knew that was dangerous gas. He asked the student to take a breath slowly and drink a glass of water, because it would make his respiration flow smoothly. The student’s evened out because of the oxygen.
After arriving at home, Furqon helped his father hang a box, with two thin ropes. He asked his father, how much the box weighed, because it looked heavy. He thought “ If the ropes are thin, and the box is heavy, the tension will be high, so the ropes will tear and then the box will fall down. He stopped his father from hanging up the box. He attacked more ropes , so that the tension of the ropes was not too high. He thought that actually all of physics is useful to human daily activity. It’s not just Physics, but Chemistry and Biology also. After Furqon helped his father, he studied again. He learned about Amplification, Evaporation, Condensation, Nutrient, Nervous system, Optic, Sound waves and others topics. He thought “Hey! I like science!”.
The day of competition was coming, so he felt so nervous. Unfortunately, he felt dizzy, again but he tried to hold it. He continued to answer questions related to the competition. Finally, he finished answering all of the scientific questions. He quickly went home without waiting for the announcement of the score. He felt so dizzy. Fikri saw how bad Furqon was. He was so worried about Furqon’s condition. He asked Furqon to go to the hospital but Furqon didn’t want to go. Without any words Fikri brought him to the hospital. The doctor said that Furqon was in serious condition. He needed surgery to excise his tumor, because Furqon had brain cancer. But Furqon, didn’t want the operation. He didn’t want to waste his parents money just for his sugery. Finally , Furqon and Fikri went to Furqon’s home. His parent looked so worried, but Furqon said that he was fine.
Suddenly, he got a call from the committee of the competition that he was announced as semi final winner. He got the highest rank! He could go on to the final round.
“Alhamdulillah, Ya Allah! Alhamdulillah!” he cried and hugged his parents, Zahra and Fikri. He did it!
The next morning, Alsya and all of Furqon’s friends congratulated him. He showed that he could do it. Even his science teacher congratulated him.
“Congratulations Fuqon, you showed me that you can do it” .the teacher said
“Thanks, sir, I know hehe!” Furqon laughed
“I will help you prepare for the next round” the teacher said.
“Really, sir? Thank you so much, sir!”Furqon answered
He was still grateful to Allah, because he was able do it because of Allah’s hand. Now, he could study with his teacher’s help and get an even more perfect result. He practiced a lot with teacher, and he became more confident.
The day before the final round came. Furqon had a strange feeling. He didn’t know why. He felt dizzy but he was comfortable. He felt that Allah would call him. He wrote letters to all the people that he loved, and then he went to sleet. During the night, he dreamed that his parents were making the pilgrimage to Mecca.
The day of the final round came. His parents, Zahra, Fikri, and his teacher came to support him. The final section was so difficult, but Furqon did well. He remembered the time he helped the sick student and his father. It helped him to answer the question: what to do when we inhale a dangerous gas, how to hang a box with thin ropes. And He were able answer the questions correctly! He was a champion! He was a winner!! But he felt so dizzy, and he fainted. His father quickly caught him. Furqon’s nose was bleeding again. Zahra and Furqon’s mother was crying.Zahra, his mother, Fikri, and his teacher approached him. All of audience members panicked.
“I’m sorry, father, only this I can do for you and mother,” Furqon said slowly.
“Are you sick Furqon?” his father asked
“Last night I wrote letters. They’re in my bag Fikri” Furqon whispered.
“Sorry, Mother, father, Zahra, I can do only this for you. Thanks a lot for your love, your, support. Man Jadda Wa Jadda! The grand prize of this competition : A pilgrimage to Mecca, I give to you”
his mother shocked “Furqon! Why are you saying that?”
“Mother, I‘m sorry, I don’t think I will make it. Allah is calling me. Allahu Akbar! Laailahaillallah! Asyhaduallaillahaillallah. Wa AsyhaduAnnaMuhammadarrosullullah”. Then Furqon closed his eyes forever.
This is what Furqon’s letters said
To : My lovely Mother,Father and my sister Zahra.
“Sorry, Father, Mother, just this that I can give to you, I’m so sorry, If I ever made you mad, or I was a naughty boy. I always made Mother worried, always made Father annoyed. I always made Zahra cry when I was a child. But it was always you, Mother, Father, and Zahra who always supported and loved me, and made me happy. Thank you so much. From you I learned how to live. And Zahra, thank you for keeping this secret from Mother and Father. I hope we can meet again in heaven.
Assalamu’alaikumwarahmatullahwabarahatuh.”
To : My Best Friend Fikri
“Hey bro! thanks for keeping my secret about Alysa, hehe Thanks for all of your support to me, when I was down. I’m sorry I can’t support you when you are down. Thanks for helping Zahra to take care of me. You are my best friend forever. I’ll never forget all of your help. See you n heaven Fikri.
Assalamu’alaikumwarahmatulllahiwabarakatuh”
~THE END~
#mine
#thefinalcompetiton
#latepost
11 Februari 2014
One morning, he went to school with his sister Zahra. They studied at the same school, at the Islamic Senior High School. Furqon was in the XII grade, and Zahra was in the X grade. When he arrived at his class, he found a brochure. It was about a science competition. Actually, Furqon was not talented in science but he was interested in that competition. Fikri, his best friend, came by.
“what are you looking at?” Fikri said
“Nothing, just a brochure “ answered Furqon.
“Wooohhoo… A Science Competition?Are you interested in that competition?” asked Fikri.
“Hmm… I don’t know, maybe” Furqon said
“Really? Ha ha! You? Join A Science Competition? Chemistry? Physics? Biology? I don’t think so. You are not great in science,” Fikri mocked
“Why? Nothing is impossible, right? Remember, Man Jadda Wa Jadda!” answered Furqon
“Okay.. okay.. I believe in you, nothing’s impossible in this world, however it will be difficult for you,” said Fikri
“But I still believe in you , I will support you! You can ask Alsya to teach you about science” Fikri leased.
“What? I don’t like her” Furqon objected
“Heeyyy, don’t lie to me, I know it from your eyes when you look at her”
“Okay! You’re right, but it is asecret, you know!” said Furqon sheepishly
Alsya was Furqon’s classmate. Furqon liked her since XI grade, but he didn’t want to have a relationship with a girl. He wanted to focus on his studies, and he believed that Allah had a plan for him. But Alysa was really great in science.
The next morning, Furqon looked for more information about the competition. It would be held on 24th April 2014, in two months. He still had a lot of time to prepare. He asked his science teacher to guide him, but his teacher didn’t wanted to help him because his teacher wasn’t sure that Furqon had the ability. Furqon felt so disappointed. Almost none of his classmates thought he could do it, even though he was diligent.
Furqon walked around by himself in the school garden. “Why? Why almost does everyone doubt my ability?! I must prove everyone wrong. I Will Show I Can Do It!!” he said to him self. “Yeah! You Can Do It!! I know!” Somebody said
Suddenly, Zahra approached him.
“ Zahra? How did you know about this?” asked Furqon
“Hehe Fikri told me, I trust you, my big brother! I believe nothing’s impossible, remember how we were able to enter this school ? How we are able to study at this wonderful school?” Zahra encouraged him.
“Yeah, I remember , Zahra, Thank God…… Alhamdulillah both of us got a scholarship. Thanks, my lovely sister, I will show them that I can do it ” Furqon smiled.
“Great, this is my real brother. Make our parents proud. Nothing’s impossible if Allah wills it” Zahra said.
Furqon told his parents about the competition and his obstacles, and his parents supported him, too. “Show them my son! I know you can do it! You can be the winner!” His father said. “We always support and pray for you, Furqon” said his mother.
The next day, when Furqon walked to the Library to borrow some science books, he felt so dizzy. Furqon looked pale. Fikri saw him and ran to his best friend. He asked him to take a rest, but Furqon objected. Suddenly, he fainted. Fikri and Zahra took him to the hospital. When he woke up, he overheard the doctor said something in secret to Zahra and Fikri. He didn’t believe what the doctor said.
On their way home, Furqon asked them.
“I s what the doctor said true?” asked Furqon.
“You heard that?” Zahra asked
“So, it’s true, Zahra. Fikri, Is the doctor serious?! Astaghfrullahal’adzim Ya Allah ” said Furqon, tears coming into his eyes.
Zahra just kept silent. She was crying. Fikri hugged Furqon.
“Zahra, don’t tell this to mother and father,” said Furqon.
“Why? I must tell them, so you can heal,” Zahra wiped her tears.
“No, I don’t wanna make them worried and sad,” objected Furqon.
Zahra ran to her brave brother and hugged him tightly. “But promise me, you’ll be okay,” Zahra cried.
“I’ll be okay, sis. Allah has a plan for me.” Furqon also hugged her tightly and smiled.
After Zahra and Fikri knew about Furqon’s condition, they always encouraged him. Furqon studied harder for the science competition. Sometimes he asked Alysa to help him to prepare the material and all the things that he didn’t know. He had already studied about Bacterium, Cell, Digestive System, Propagation, Absorption, Abstraction, Aeration, Solidification, Force, Pressure, Tangent, Strength, Velocity and many others topics .
When he was going home he saw his science’s teacher took something at the roof with the stair.
“Be careful, sir the floor is slippery!” Furqon helped walked down the stair. After having helped his teacher, he then though by himself
“Don’t pretend as if you know well about physics, all people also know about that” he mocked Furqon
“If all people know, why don’t you hold the stair back?” asked Furqon.
“Ooh? I just.. forget… just go home” he answered awkwardly.
“Okay, be careful sir” Furqon left him. But the teacher fell down.
Furqon arrived at his home. He didn’t go home with Zahra as a usual, because Zahra went to home earlier. After he prayed, he felt dizzy again. He quickly closed his bedroom door. He felt so dizzy. “Ya Allah, let me live longer. Let me make my parents proud, let me give my parents the opportunty to make the pilgrimage to Mecca(hajj)” He cried. His nose was bleeding. And he fainted. Zahra was shocked when he came in to Furqon’s room. She cried, but she remembered what Furqon had said that she must hide this from their parents. She wiped Furqon’s blood away.
“Zahra? Where’s Furqon?” her mother called her. She quickly put Furqon to his bed and went out of his room.
“He’s sleeping mom, maybe he feels tired,” answered Zahra.
“Oh really? I thought he went somewhere. Okay, if he’s asleep, let him rest” Said her mother and left.
“Yes, mom, he’s sleeping in his room” Zahra shouted to make her mother not wrong, but she almost cried. She went back into Furqon’s room, and tried to wake him up. After about an hour, Furqon finally woke up and saw his sister praying in his room with blurry eyes because of crying. He called Zahra, and he told her that he was okay. He convinced her that he was fine.
One week later, Furqon went to the UKS, and he saw a sick student, who was having a hard time breathing. He had learned about this in the Red Cross. He helped the student sit down in a chair. He asked the student what happened. The student said that he inhaled the gas in the laboratory. Furqon knew that was dangerous gas. He asked the student to take a breath slowly and drink a glass of water, because it would make his respiration flow smoothly. The student’s evened out because of the oxygen.
After arriving at home, Furqon helped his father hang a box, with two thin ropes. He asked his father, how much the box weighed, because it looked heavy. He thought “ If the ropes are thin, and the box is heavy, the tension will be high, so the ropes will tear and then the box will fall down. He stopped his father from hanging up the box. He attacked more ropes , so that the tension of the ropes was not too high. He thought that actually all of physics is useful to human daily activity. It’s not just Physics, but Chemistry and Biology also. After Furqon helped his father, he studied again. He learned about Amplification, Evaporation, Condensation, Nutrient, Nervous system, Optic, Sound waves and others topics. He thought “Hey! I like science!”.
The day of competition was coming, so he felt so nervous. Unfortunately, he felt dizzy, again but he tried to hold it. He continued to answer questions related to the competition. Finally, he finished answering all of the scientific questions. He quickly went home without waiting for the announcement of the score. He felt so dizzy. Fikri saw how bad Furqon was. He was so worried about Furqon’s condition. He asked Furqon to go to the hospital but Furqon didn’t want to go. Without any words Fikri brought him to the hospital. The doctor said that Furqon was in serious condition. He needed surgery to excise his tumor, because Furqon had brain cancer. But Furqon, didn’t want the operation. He didn’t want to waste his parents money just for his sugery. Finally , Furqon and Fikri went to Furqon’s home. His parent looked so worried, but Furqon said that he was fine.
Suddenly, he got a call from the committee of the competition that he was announced as semi final winner. He got the highest rank! He could go on to the final round.
“Alhamdulillah, Ya Allah! Alhamdulillah!” he cried and hugged his parents, Zahra and Fikri. He did it!
The next morning, Alsya and all of Furqon’s friends congratulated him. He showed that he could do it. Even his science teacher congratulated him.
“Congratulations Fuqon, you showed me that you can do it” .the teacher said
“Thanks, sir, I know hehe!” Furqon laughed
“I will help you prepare for the next round” the teacher said.
“Really, sir? Thank you so much, sir!”Furqon answered
He was still grateful to Allah, because he was able do it because of Allah’s hand. Now, he could study with his teacher’s help and get an even more perfect result. He practiced a lot with teacher, and he became more confident.
The day before the final round came. Furqon had a strange feeling. He didn’t know why. He felt dizzy but he was comfortable. He felt that Allah would call him. He wrote letters to all the people that he loved, and then he went to sleet. During the night, he dreamed that his parents were making the pilgrimage to Mecca.
The day of the final round came. His parents, Zahra, Fikri, and his teacher came to support him. The final section was so difficult, but Furqon did well. He remembered the time he helped the sick student and his father. It helped him to answer the question: what to do when we inhale a dangerous gas, how to hang a box with thin ropes. And He were able answer the questions correctly! He was a champion! He was a winner!! But he felt so dizzy, and he fainted. His father quickly caught him. Furqon’s nose was bleeding again. Zahra and Furqon’s mother was crying.Zahra, his mother, Fikri, and his teacher approached him. All of audience members panicked.
“I’m sorry, father, only this I can do for you and mother,” Furqon said slowly.
“Are you sick Furqon?” his father asked
“Last night I wrote letters. They’re in my bag Fikri” Furqon whispered.
“Sorry, Mother, father, Zahra, I can do only this for you. Thanks a lot for your love, your, support. Man Jadda Wa Jadda! The grand prize of this competition : A pilgrimage to Mecca, I give to you”
his mother shocked “Furqon! Why are you saying that?”
“Mother, I‘m sorry, I don’t think I will make it. Allah is calling me. Allahu Akbar! Laailahaillallah! Asyhaduallaillahaillallah. Wa AsyhaduAnnaMuhammadarrosullullah”. Then Furqon closed his eyes forever.
This is what Furqon’s letters said
To : My lovely Mother,Father and my sister Zahra.
“Sorry, Father, Mother, just this that I can give to you, I’m so sorry, If I ever made you mad, or I was a naughty boy. I always made Mother worried, always made Father annoyed. I always made Zahra cry when I was a child. But it was always you, Mother, Father, and Zahra who always supported and loved me, and made me happy. Thank you so much. From you I learned how to live. And Zahra, thank you for keeping this secret from Mother and Father. I hope we can meet again in heaven.
Assalamu’alaikumwarahmatullahwabarahatuh.”
To : My Best Friend Fikri
“Hey bro! thanks for keeping my secret about Alysa, hehe Thanks for all of your support to me, when I was down. I’m sorry I can’t support you when you are down. Thanks for helping Zahra to take care of me. You are my best friend forever. I’ll never forget all of your help. See you n heaven Fikri.
Assalamu’alaikumwarahmatulllahiwabarakatuh”
~THE END~
#mine
#thefinalcompetiton
#latepost
11 Februari 2014
Penutup Tuhan Izinkan Aku Pacaran~
Ada kata dalam satu cintaku
Saat aku bergelora dalam menerjemahkan maknanya.
Di saat cinta itu datang dan waktu belumlah tepat.
Lelah mata ini menahan
Menahan apa saja yang syahwat anggap enak.
Ada kata dalam satu cintaku
Saat aku kembali menangis menatap mereka
Di saat cinta itu hadir sementara jiwa masih berontak
Lelah hati ini menahan keinginan
Menginginkan apa saja yang di anggap syahwat baik.
Ada kata dalam satu cintaku
Saat aku ingin menuntut kesucian cinta
Sementara kesabaran masih terus kugigit
Karena cinta terus mendekatiku
Sungguh banyak pujian keindahan terlayangkan
Sementara aku tidak tau apakah itu zina hati atau memang pujian
Ada kata dalam satu cintaku
Saat dirinya hadir menyindir dalam kesendirian
Saat hanya perasaan yang hanya berbicara
Melihat wajahnya adalah biar yang harus kutangguhkan
Lalu jiwa pun melangla dunia sekerasnya.
Ada kata dalam satu cintaku
Saat diriku memuja dan memuji kebesaran Allah
Lalu tertulis pula sebuah kata cinta
Memasuki kamar hati yang kosong
Dan aku pun ikhlas mencadari wajahku.
Ada kata dalam satu cintaku
Saat cinta harus kusujudkan di atas sajadah
Bersama linangan air mata
Dan akhirnya hanya Allah tempat meminta
Dan terlafazlah kata-kata cinta.
Ada kata dalam satu cintaku
Saat hatiku bergelora lebat
Dan akupun bahagia, walau sesekali menangis.
Ada kata dalam satu cintaku
Dan ada satu cintaku yang berkata-kata indah
Melalui buku ini, aku persembahkan untuk siapapun kamu
Yang kelak akan menjadi pendampingku
Yang belum kutahu dan kurasakan di mana jejakmu
Namun begitu dekat kudapati kau hadir di sisiku
Ada kata dalam satu cintaku
ALLAH BERSAMAKU :')
#Fikri Habibullah
#toolatepost
11 Desember 2013
Saat aku bergelora dalam menerjemahkan maknanya.
Di saat cinta itu datang dan waktu belumlah tepat.
Lelah mata ini menahan
Menahan apa saja yang syahwat anggap enak.
Ada kata dalam satu cintaku
Saat aku kembali menangis menatap mereka
Di saat cinta itu hadir sementara jiwa masih berontak
Lelah hati ini menahan keinginan
Menginginkan apa saja yang di anggap syahwat baik.
Ada kata dalam satu cintaku
Saat aku ingin menuntut kesucian cinta
Sementara kesabaran masih terus kugigit
Karena cinta terus mendekatiku
Sungguh banyak pujian keindahan terlayangkan
Sementara aku tidak tau apakah itu zina hati atau memang pujian
Ada kata dalam satu cintaku
Saat dirinya hadir menyindir dalam kesendirian
Saat hanya perasaan yang hanya berbicara
Melihat wajahnya adalah biar yang harus kutangguhkan
Lalu jiwa pun melangla dunia sekerasnya.
Ada kata dalam satu cintaku
Saat diriku memuja dan memuji kebesaran Allah
Lalu tertulis pula sebuah kata cinta
Memasuki kamar hati yang kosong
Dan aku pun ikhlas mencadari wajahku.
Ada kata dalam satu cintaku
Saat cinta harus kusujudkan di atas sajadah
Bersama linangan air mata
Dan akhirnya hanya Allah tempat meminta
Dan terlafazlah kata-kata cinta.
Ada kata dalam satu cintaku
Saat hatiku bergelora lebat
Dan akupun bahagia, walau sesekali menangis.
Ada kata dalam satu cintaku
Dan ada satu cintaku yang berkata-kata indah
Melalui buku ini, aku persembahkan untuk siapapun kamu
Yang kelak akan menjadi pendampingku
Yang belum kutahu dan kurasakan di mana jejakmu
Namun begitu dekat kudapati kau hadir di sisiku
Ada kata dalam satu cintaku
ALLAH BERSAMAKU :')
#Fikri Habibullah
#toolatepost
11 Desember 2013
Langganan:
Postingan (Atom)